Perempuan
ke Masjid Melaksanakan Shalat Tarawih[1].
Fatwa
Syekh DR. Yusuf al-Qaradhawi.
Pertanyaan:
Sebagian
kaum muslimah rajin melaksanakan shalat Tarawih di masjid, bahkan ada yang
pergi ke masjid tanpa izin suami, ada juga yang suara mereka terdengar
bercerita di dalam masjid. Apakah hukum shalat mereka? Apakah mereka wajib ke
masjid?
Jawaban:
Shalat
Tarawih tidak wajib, baik bagi laki-laki maupun bagi perempuan. Hukumnya
sunnat, kedudukannya tinggi dan pahalanya besar di sisi Allah Swt. Al-Bukhari
dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah, “Rasulullah Saw memerintahkan mereka
dengan tekad yang kuat, kemudian Rasulullah Saw bersabda:
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا
تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Siapa
yang melaksanakan Qiyamullail di bulan Ramadhan karena keimanan dan hanya
mengharapkan balasan dari Allah Swt, maka diampuni dosanya yang telah lalu”.
Siapa yang melaksanakan shalat
Tarawih dengan khusyu’ dan tenang, penuh keimanan dan hanya mengharapkan balasan
dari Allah Swt, melaksanakan shalat Shubuh pada waktunya, maka sungguh ia telah
melaksanakan Qiyamullail di bulan Ramadhan dan ia layak mendapatkan
balasan pahala orang-orang yang menghidupkan malam-malam Ramadhan.
Ini mencakup laki-laki dan
perempuan. Hanya saja shalat perempuan lebih afdhal di rumah daripada di
masjid, selama kepergiannya ke masjid itu tidak ada manfaat lain selain shalat
saja, jika ada manfaat lain seperti mendengarkan kajian agama, atau pelajaran
ilmu, atau mendengarkan bacaan al-Qur’an dari qari’ yang khusyu’ dan baik, maka
kepergiannya ke masjid dengan tujuan-tujuan ini lebih baik dan afdhal. Terlebih
lagi kebanyakan suami di zaman ini tidak mengajarkan pendalaman ajaran Islam
kepada istri mereka, andai mereka memiliki kemauan, mereka tidak memiliki
kemampuan di bidang pengetahuan agama Islam. Maka hanya masjidlah sumber utama
untuk itu, oleh sebab itu wanita mesti diberi kesempatan, tidak boleh dihalangi
antara wanita dan rumah Allah Swt. Apalagi banyak wanita jika dibiarkan menetap
di rumah, mereka tidak ada kemauan untuk melaksanakan shalat Tarawih sendirian
di rumah, berbeda jika berada di masjid dan dilaksanakan secara berjamaah.
Keluarnya wanita dari rumah
–meskipun ke masjid- mesti ada izin dari suami, karena suami adalah kepala
rumah tangga, penanggung jawab keluarga. Wajib patuh kepada suami, selama tidak
memerintahkan meninggalkan kewajiban atau melakukan perbuatan maksiat, jika
demikian maka tidak wajib mendengarkan perintahnya dan tidak wajib mematuhinya.
Laki-laki tidak berhak melarang
istrinya pergi ke masjid jika istrinya ingin pergi ke masjid, tidak ada
larangan tentang itu. Imam Muslim meriwayatkan:
لاَ تَمْنَعُوا إِمَاءَ اللَّهِ مَسَاجِدَ اللَّهِ
“Janganlah
kamu larang perempuan-perempuan hamba-hamba Allah Swt (ke) masjid-masjid
rumah-rumah Allah Swt”.
Yang mencegah menurut syariat
Islam, misalnya suami dalam keadaan sakit, sangat membutuhkan agar istri tetap
berada di rumahnya melayani dan melaksanakan semua kebutuhan suami. Atau ada
anak-anak kecil yang mendatangkan mudharat jika ditinggalkan di rumah selama
shalat dan tidak ada yang menjaga mereka, dan uzur-uzur lainnya yang masuk
akal.
Jika anak-anak menimbulkan
keributan di masjid, mengganggu orang-orang yang shalat karena menangis dan
berteriak-teriak, maka selayaknya anak-anak tidak dibawa ketika shalat. Karena
hal itu, meskipun dibolehkan pada shalat lima waktu karena waktunya singkat,
tidak layak dilakukan pada shalat Tarawih karena waktunya panjang dan anak-anak
tidak sabar terhadap ibu mereka pada waktu yang lama tersebut.
Adapun wanita bercerita di dalam
masjid, sama seperti laki-laki, tidak boleh mengeraskan suara kecuali jika
dibutuhkan untuk itu. Terlebih lagi cerita-cerita urusan dunia. Masjid
didirikan bukan untuk itu, akan tetapi untuk ibadah dan ilmu.
Wanita yang memiliki semangat
untuk menjalankan agama agar menjaga lidahnya di rumah Allah Swt agar tidak
mengganggu orang yang melaksanakan shalat atau majlis ilmu. Jika perlu untuk
bicara, maka hendaklah dengan suara yang pelan dan sesuai kebutuhan. Tidak
keluar dari sikap menjaga harga diri dalam hal bicara, pakaian dan cara
berjalan.
Disini saya ingin menyampaikan
kalimat yang santun bahwa sebagian suami terlalu cemburu kepada istri sehingga
menekan, tidak mendukung sikap perempuan pergi ke masjid, meskipun ada dinding
yang tinggi yang memisahkan antara laki-laki dan perempuan, yang tidak pernah
ada di zaman Rasulullah Saw dan para shahabatnya, dinding yang dapat
menghalangi perempuan mengetahui gerakan imam melainkan dengan suara dan
pendengaran. Ada sebagian laki-laki yang tidak mau bercerita di masjid, mereka
tidak mengizinkan orang lain membisikkan satu kata ke telinga istrinya,
meskipun itu dalam urusan agama. Ini adalah sikap yang kurang santun, cemburu
yang dicela sebabagaimana yang dinyatakan dalam hadits:
إِنَّ مِنَ الْغَيْرَةِ مَا يُحِبُّ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَمِنْهَا
مَا يُبْغِضُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ
“Sesungguhnya
sebagian dari cemburu itu ada yang disukai Allah Swt dan ada pula yang dimurkai
Allah Swt”, yaitu cemburu yang bukan pada sesuatu yang meragukan.
Kehidupan moderen telah membuka
banyak pintu bagi perempuan. Perempuan bisa keluar rumah ke sekolah, kampus,
pasar dan lainnya. Akan tetapi tetap dilarang untuk pergi ke tempat yang paling
baik dan paling utama yaitu masjid. Saya menyerukan tanpa rasa sungkan,
“Berikanlah kesempatan kepada perempuan di rumah Allah Swt, agar mereka dapat
menyaksikan kebaikan, mendengarkan nasihat dan mendalami agama Islam. Boleh
memberikan kesempatan bagi mereka selama tidak dalam perbuatan maksiat dan
sesuatu yang meragukan. Selama kaum perempuan keluar rumah dalam keadaan
menjaga kehormatan dirinya dan jauh dari fenomena Tabarruj (bersolek ala
Jahiliah) yang dimurkai Allah Swt”. Walhamdu lillah Rabbil’alamin.
[1] Yusuf al-Qaradhawi, Fatawa Mu’ashirah, juz.
I (Cet. VIII; Kuwait: Dar al-Qalam, 1420H/2000M), hal. 316 – 318.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar