Dua Kali Witir dan Qadha’ Witir[1].
Fatwa
Syekh ‘Athiyyah Shaqar.
Pertanyaan:
Apakah benar
bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Tidak ada dua Witir dalam satu malam”?
apakah shalat Witir bisa di-qadha’
jika tertinggal?
Jawaban:
Ya, Abu Daud,
an-Nasa’i dan at-Tirmidzi meriwayatkan, ia nyatakan sebagai hadits hasan,
sesungguhnya Ali ra berkata, “Saya mendengar Rasulullah Saw bersabda:
لاَ وِتْرَانِ فِى لَيْلَةٍ
“Tidak
ada dua Witir dalam satu malam”.
Imam
Ahmad, Abu Daud dan at-Tirmidzi meriwayatkan dari Ummu Salamah, “Sesungguhnya
Rasulullah Saw melaksanakan shalat dua rakaat setelah shalat Witir, beliau
laksanakan dalam keadaan duduk”.
Para
ulama berpendapat: siapa yang melaksanakan shalat Witir setelah shalat Isya’,
kemudian ia ingin melaksanakan Qiyamullail, maka ia boleh melaksanakan
shalat malam sebanyak mungkin, akan tetapi ia tidak boleh lagi melaksanakan
shalat Witir, karena ia telah melaksanakan shalat Witir sebelumnya. Sebagaimana
diketahui bahwa shalat Witir dapat dilaksanakan kapan saja pada waktu malam,
setelah shalat Isya’ hingga terbit fajar (shalat Shubuh). Jika seseorang
khawatir tertinggal melaksanakan shalat Witir, maka dianjurkan agar ia
melaksanakannya di awal malam. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan Muslim,
Ahmad, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah:
مَنْ خَافَ أَنْ لاَ يَقُومَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ فَلْيُوتِرْ
أَوَّلَهُ وَمَنْ طَمِعَ أَنْ يَقُومَ آخِرَهُ فَلْيُوتِرْ آخِرَ اللَّيْلِ
فَإِنَّ صَلاَةَ آخِرِ اللَّيْلِ مَشْهُودَةٌ وَذَلِكَ أَفْضَلُ
“Siapa yang
khawatir tidak terbangun di akhir malam, maka hendaklah ia melaksanakan shalat
Witir di awal malam. Siapa yang sangat ingin bangun tengah malam, maka
hendaklah ia melaksanakan shalat Witir di akhir malam, karena shalat di akhir
malam itu disaksikan (para malaikat) dan itu lebih utama”. Makna Masyhudah
adalah disaksikan para malaikat.
Ketika Rasulullah Saw bertanya
kepada Abu Bakar ra, “Kapankah engkau melaksanakan shalat Witir?”. Beliau
menjawab, “Di awal malam, setelah shalat Isya’.” Ketika Rasulullah Saw bertanya
kepada Umar ra, ia menjawab, “Di akhir malam”. Rasulullah Saw berkata, “Adapun
engkau wahai Abu Bakar, engkau bersikap hati-hati. Sedangkan engkau wahai Umar,
engkau bersikap kuat”. Maknanya tekad yang kuat untuk bangun melaksanakan Qiyamullail.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Daud, dinyatakan shahih oleh Imam al-Hakim,
menurut syarat Muslim.
Demikianlah, jika shalat Witir
tertinggal, maka dapat di-qadha’,
demikian menurut jumhur ulama, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh
al-Baihaqi, dinyatakan shahih oleh al-Hakim, menurut syarat al-Bukhari dan
Muslim:
إذا اصبح احدكم ولم يوتر فليوتر
“Apabila
salah seorang kamu bangun pada waktu shubuh, ia belum melaksanakan Witir, maka
hendaklah ia melaksanakan shalat Witir”. Abu Daud meriwayatkan:
مَنْ نَامَ عَنْ وِتْرِهِ أَوْ نَسِيَهُ فَلْيُصَلِّهِ إِذَا
ذَكَرَهُ
“Siapa yang
tertidur (hingga tidak melaksanakan) shalat Witir, atau terlupa. Maka hendaklah
ia melaksanakannya ketika ia mengingatnya”. Sanadnya shahih,
demikian dinyatakan oleh al-‘Iraqi.
Waktu meng-qadha’ shalat
Witir terbuka, malam atau pun siang, demikian menurut Imam Syafi’i. Imam Abu
Hanifah melarang pelaksanaannya pada waktu-waktu terlarang untuk melaksanakan
shalat. Imam Malik dan Ahmad berkata, “Di-qadha’ setelah fajar, selama
belum melaksanakan shalat Shubuh”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar