Zakat Fithrah Dalam Bentuk
Uang[1].
Fatwa Syekh DR. Ali Jum’ah.
Pertanyaan:
Apakah boleh membayar zakat fitrah dalam
bentuk uang?
Jawaban:
Boleh membayar zakat fitrah dalam bentuk
uang. Ini adalah mazhab sekelompok ulama yang diamalkan, juga mazhab sekelompok
Tabi’in, diantara mereka adalah al-Hasan al-Bashri. Diriwayatkan bahwa ia
berkata, “Boleh memberikan Dirham (uang perak) dalam zakat Fitrah”. (Ibnu Abi
Syaibah dalam al-Mushannaf, juz. III, hal. 174).
Abu
Ishaq as-Sabi’i[2]
meriwayatkan dari Zuhair, ia berkata: saya mendengar Abu Ishaq berkata, “Saya
bertemu dengan mereka, mereka membayar zakat Fitrah dalam bentuk Dirham senilai
harga makanan”[3].
Umar
bin Abdul Aziz, dari Waki’, dari Qurrah, ia berkata, “Surat dari Umar bin Abdul
Aziz datang kepada kami tentang zakat Fitrah, “Setengah Sha’ untuk
setiap orang. Atau nilainya setengah Dirham”[4]. Demikian juga menurut pendapat ats-Tsauri,
Abu Hanifah dan Abu Yusuf.
Membayar
zakat dalam bentuk uang adalah mazhab Hanafi, mereka melaksanakannya dalam
semua zakat, kafarat, nazar, kharaj dan lainnya[5].
Juga menurut mazhab Imam an-Nashir dan al-Mu’ayyid Billah dari kalangan imam
Ahli Bait golongan az-Zaidiyyah[6].
Demikian
juga menurut Ishaq bin Rahawaih dan Abu Tsaur, hanya saja mereka mengikatnya
dengan kondisi darurat, sebagaimana mazhab sebagian lain dari kalangan Ahli
Bait[7].
Maksud saya, boleh membayar zakat Fitrah dalam bentuk uang dalam keadaan
darurat. Mereka menjadikannya sebagai: imam menuntut pembayaran dalam bentuk
uang sebagai ganti nash.
Membayar
zakat fitrah dalam bentuk uang adalah pendapat sekelompok ulama dari kalangan
Mazhab Maliki seperti Ibnu Habib, Ashbagh, Ibnu Abi Hazim, Ibnu Dinar[8]dan Ibnu Wahab[9],
diriwayatkan dari mereka tentang boleh hukumnya membayar zakat dalam bentuk
uang, apakah zakat Mal maupun zakat Fitrah. Berbeda dengan yang mereka
riwayatkan dari Ibnu al-Qasim dan Asy-hab, mereka berdua membolehkan membayar
zakat dengan uang, kecuali pada zakat Fitrah dan kafarat sumpah.
Berdasarkan
riwayat diatas kita dapat mengetahui sejumlah imam dan Tabi’in serta para ahli
Fiqh berpendapat bahwa boleh membayar zakat dalam bentuk uang, ini pada masa
mereka di zaman dahulu yang masih menggunakan system barter, artinya semua
benda layak dijadikan sarana tukar-menukar transaksi jual beli, khususnya
biji-bijian. Mereka menjual gandum jenis Qamh dengan gandum jenis Sya’ir,
jagung dengan gandum dan lainnya. Sedangkan pada zaman kita sekarang ini sarana
transaksi jual beli hanya terbatas pada uang saja. Maka menurut kami pendapat
ini lebih tepat dan lebih kuat. Bahkan kami nyatakan, andai ulama yang tidak
sependapat dengan ini pada masa silam hidup di zaman sekarang ini, pastilah
mereka akan berpendapat seperti pendapat Imam Abu Hanifah. Terlihat jelas bagi
kita bagaimana pemahaman dan kekuatan akal mereka.
Mengeluarkan
zakat Fitrah dalam bentuk uang lebih utama untuk memberikan kemudahan kepada
fakir miskin untuk membeli apa saja yang mereka inginkan pada hari raya, karena
boleh jadi mereka tidak membutuhkan biji-bijian, akan tetapi membutuhkan
pakaian, atau daging, atau selain itu. Memberikan biji-bijian memaksa mereka
untuk berkeliling di jalan-jalan agar ada orang lain yang mau membelinya,
terkadang mereka menjualnya dengan harga yang sangat murah, kurang dari
semestinya. Semua ini berlaku pada kondisi mudah; ada banyak biji-bijian di
pasar. Sedangkan pada kondisi sulit, tidak ada biji-bijian di pasar, maka
membayar zakat Fitrah dalam bentuk benda lebih utama daripada dalam bentuk
uang, untuk menjaga maslahat fakir miskin.
Hukum
asal disyariatkannya zakat Fitrah adalah untuk kepentingan fakir miskin dan
mencukupkan kebutuhan mereka pada hari raya, hari kebahagiaan kaum muslimin.
Imam al-‘Allamah Ahmad bin ash-Shiddiq al-Ghumari menyusun satu kitab dalam
masalah ini berjudul Tahqiq al-Amal fi Ikhraj Zakat al-Fithr bi al-Mal,
dalam kitab ini beliau menguatkan pendapat Mazhab Hanafi dengan dalil-dalil dan
pendapat yang banyak, mencapai tiga puluh dua pendapat. Oleh sebab itu pendapat
kami men-tarjih-kan pendapat yang menyatakan: mengeluarkan
zakat Fitrah dalam bentuk nilai/harga/uang. Ini lebih utama di zaman sekarang
ini. Wallahu Ta’ala A’la wa A’lam.
[1] Syekh DR. Ali Jum’ah, Al-Bayan
li ma Yusyghil al-Adzhan, (Cet. I; Kairo: al-Muqaththam, 1426H/2005M), hal.
262.
[2] Beliau adalah Abu Ishaq
as-Sabi’i al-Hamadani al-Kufi. Seorang al-Hafizh dan guru besar di Kufah. Imam
adz-Dzahabi berkata, “Beliau adalah salah seorang ulama yang mengamalkan
ilmunya. Salah seorang Tabi’in yang mulia”. Ia berkata tentang dirinya, “Saya
dilahirkan dua tahun terakhir masa kekhalifahan Utsman. Saya pernah melihat Ali
bin Abi Thalib berkhutbah”. Lihat biografinya dalam Siyar A’lam an-Nubala’
karya adz-Dzahabi, juz. V, hal. 392 – 401, no. 180.
[3] Ibnu Abi Syaibah, al-Mushannaf,
juz. II, hal. 398.
[4] Abdurrazzaq, al-Mushannaf,
juz. III, hal. 316, no. 5778.
[5] Lihat: Bada’i’ ash-shana’i’ karya al-Kasani, juz. II,hal. 979; al-Mabsuth
karya as-Sarakhsi, juz. III, hal. 113 – 114.
[6] Sebagaimana disebutkan
dalam al-Bahr az-Zakhkhar al-Jami’ li Madzahib ‘Ulama’ al-Amshar, Ahmad
bin Yahya al-Murtadha, juz. III, hal. 202 – 203.
[7] Lihat as-Sail al-Jawwar
al-Mutadaffaq ‘ala Hada’iq al-Azhar, asy-Syaukani, juz. II, hal. 86.
[8] Beliau adalah Abu Muhammad
Isa bin Dinar bin Wahab al-Qurthubi, ahli Fiqh, ahli ibadah. Mendengar dari
Ibnu al-Qasim, bersahabat dengannya dan belajar kepadanya. Beliau memiliki dua
puluh kitab hasil mendengar ilmu dari Ibnu al-Qasim. Wafat di Thulaithulah
tahun 212H. diringkas dari Syajarat an-Nur az-Zakiyyah, hal. 64, no. 47.
[9] Beliau adalah seorang
ulama yang mulia, ahli hadits, Abu Muhammad Abdullah bin Wahab bin Muslim
al-Qurasyi, Mawla Quraisy. Orang yang paling terpercaya dalam riwayat dari Imam
Malik. Seorang hafizh, hujjah. Imam al-Bukhari meriwayatkan hadits darinya.
Wafat di Mesir pada tahun 197H. Syajarat an-Nur az-Zakiyyah, hal. 58 –
59, no. 25.
assalammu a'laikum warohmatuulahi wabarakatuh tuan Guru.
BalasHapussemoga tuan guru selalu di berikan kesehatan dan keselamatan lahir bathin nya,.dan semoga tuan guru selalu di berikan nikmat iman dan islam oleh Allah SWT.
mohon pencerahan nya dari tuan guru prihal pembagian zakat fitrah..
apakah faqir miskin yang menjadi Amil saat pembagian zakat fitrah mendapatkan 1 hak nya saja (sebagai Amil), ataukah berhak mendapatkan 2 dari hak2 nya (sebagai Amil dan Faqir miskin,karena memang termasuk golongan faqir miskin dan sudah berkeluarga)
mohon pencerahan dari tuan guru,dengan harapan sebagai sandaran di masa yang akan datang, agar tidak terjadi kesalah fahaman di antara panitia zakat fitrah khusus nya di wilayah kami dan umum nya di seluruh penjuru nusantara..amin
salam hormat dari saya yang teramat sangat Dho'if..
Billahi taufik wal hidayah,tsumassalammu a'laikum warrohmatullahi wa barokatuh...
assalammu a'laikum warohmatuulahi wabarakatuh tuan Guru.
BalasHapusBolehkan membayarkan zakat fitrah anak kita kepada guru Tk Tahfisnya?