Minggu, 29 April 2012

Keutamaan Surat Al-Mulk.



وعن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه قال
من قرأ تبارك الذي بيده الملك كل ليلة منعه الله عز وجل بها من عذاب القبر وكنا في عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم نسميها المانعة
 وإنها في كتاب الله عز وجل سورة من قرأ بها في ليلة فقد أكثر وأطاب
 رواه النسائي واللفظ له والحاكم وقال صحيح الإسناد
Dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata:
“Siapa yang membaca tabarakalladzi bi yadihi al-mulk (surat al-Mulk), maka Allah Swt mencegahnya dari azab kubur.
Kami pada masa Rasulullah Saw menyebutnya surat al-Mani’ah (pencegah).
Sesungguhnya dalam kitab Allah ada satu surat, siapa yang membacanya pada satu malam maka sungguh ia telah berbuah banyak dan melakukan kebaikan”.

Dalam riwayat al-Hakim:
سورة تبارك هي المانعة من عذاب القبر. رواه الحاكم، وقال: صحيح الإسناد ـ ووافقه الذهبي.
Surat Tabarak (al-Mulk) adalah pencegah dari azab kubur. Diriwayatkan oleh al-Hakim. Ia berkata: “Sanadnya shahih”. Disetujui oleh Imam adz-Dzahabi.

وعن أبي هريرة ـ رضي الله عنه ـ عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: إن سورة في القرآن ثلاثون آية شفعت لرجل حتى غفر له، وهي: تبارك الذي بيده الملك. رواه أبو داود والترمذي،
Dari Abu Hurairah. Dari Rasulullah Saw. Beliau bersabda: “Sesungguhnya di dalam al-Qur’an ada satu surat, tiga puluh ayat, memberikan syafaat kepada seseorang hingga ia diampuni. Itulah surat tabarakalladzi bi yadili al-Mulk”. (HR. Abu Daud dan at-Tirmidzi).
وعن ابن مسعود ـ رضي الله عنه ـ قال: يؤتى الرجل في قبره فتؤتى رجلاه فتقول رجلاه: ليس لكم على ما قبلي سبيل، كان يقوم يقرأ بي سورة الملك، ثم يؤتى من قبل صدره ـ أو قال: بطنه ـ فيقول: ليس لكم على ما قبلي سبيل، كان يقرأ بي سورة الملك، ثم يؤتى رأسه فيقول: ليس لكم على ما قبلي سبيل، كان يقرأ بي سورة الملك. قال: فهي المانعة تمنع من عذاب القبر، وهي في التوراة: سورة الملك ـ من قرأها في ليلة فقد أكثر وأطيب. أخرجه الحاكم وقال: صحيح الإسناد ـ ووافقه الذهبي.
Dari Ibnu Mas’ud, ia berkata: “Didatangkan (malaikat) di dalam kuburnya. Datang ke kedua kakinya, kedua kakinya berkata: ‘Kamu tidak mendapat jalan bagiku. Ia berdiri membaca surat al-Mulk denganku’. Kemudian didatangkan ke dadanya –atau ia berkata: ‘ke perutnya’. Dadanya berkata: ‘Kamu tidak mendapat jalan bagiku, ia membaca surat al-Mulk dengan aku’. Kemudian didatangkan ke kepalanya, kepalanya berkata: ‘Kamu tidak mendapatkan jalan bagiku, ia membaca surat al-Mulk denganku’. Surat al-Mulk pencegah yang dapat mencegah dari azab kubur. Di dalam Taurat disebut surat al-Mulk. Siapa yang membacanya dalam satu malam, maka sungguh telah berbuat banyak dan berbuat kebaikan yang terbaik”. HR. Al-Hakim, ia berkata: ‘Sanadnya shahih’. Disetujui oleh Imam adz-Dzahabi.

Selasa, 24 April 2012

Harta dan Kewajibannya.


Oleh:
H. Abdul Somad, Lc., MA.
S1 Al-Azhar, Mesir. S2 Dar Al-Hadith, Maroko.
Anggota Komisi Pengembangan, Badan Amil Zakat (BAZ) Provinsi Riau. Dosen UIN Suska.

Islam dan Harta.
Allah Swt berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ
Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah”. (Qs. Al-Munafiqun [63]: 9).
وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ
Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan”. (Qs. Al-Anfal [8]: 28).
Sekilas kelihatannya Islam mengajarkan umatnya membenci harta, karena harta hanya akan menjadi cobaan dan melalaikan dari Allah Swt. Akan tetapi kita tidak dapat menarik kesimpulan hanya dari satu atau dua ayat. Karena dalam ayat lain diperintahkan untuk mencari karunia Allah Swt setelah melaksanakan ibadah:
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ
Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah”. (Qs. Al-Jumu’ah [62]: 10).
Bahkan saat melaksanakan ibadah sekalipun dibenarkan mencari harta:
لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْ
Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu”.  (Qs. Al-Baqarah [2]: 198). Ayat ini bercerita tentang jamaah haji yang membawa barang dagangan ketika musim haji.
Dalam kehidupan kaum muslimin generasi awal dapat kita lihat bahwa mereka tidak meninggalkan usaha mencari harta, oleh sebab itu orang-orang Muhajirin tetap berdagang dan orang-orang Anshar tetap bertani untuk memenuhi kebutuhan hidup. Bahkan dalah sebuah hadits Rasulullah Saw nyatakan:
التَّاجِرُ الصَّدُوقُ الأَمِينُ مَعَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ
“Seorang pedagang yang jujur dan amanah bersama para nabi, orang-orang yang benar dan para syuhada”. (HR. At-Tirmidzi).
                Islam tidak hanya menganjurkan umatnya mencari harta, bahkan harta dijadikan sebagai standar ukuran derajat seorang hamba di hadapan Allah Swt.
الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى
“Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ
“Seorang mukmin yang yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah”. (HR. Muslim).
                Bahkan sebagian ibadah pilihan dalam Islam hanya dapat dilakukan jika seorang mukmin memiliki harta, misalnya ibadah haji yang merupakan puncak rukun Islam membuntuhkan finansial yang besar, biaya transportasi, akomodasi dan konsumsi, disamping biaya tambahan lainnya.

Harta di Dalam Harta.
Ajaran tolong menolong merupakan anjuran semua agama, akan tetapi konsep ada harta orang miskin di dalam harta orang yang kaya, ini hanya ada dalam agama Islam. Allah Swt berfirman:
وَالَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَعْلُومٌ (24) لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ (25)
Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu. Bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)”. (Qs. al-Ma’arij [70]: 24-25).
Ketika orang yang mampu memberi kepada orang yang tidak mampu, maka ia tidak merasa telah memberi, akan tetapi ia baru saja mengeluarkan harta orang lain dari harta miliknya. Demikian juga sebaliknya, orang miskin yang menerima tidak merasa hina, karena ia baru saja menerima harta miliknya yang dititipkan Allah dalam harta orang lain. Pertanyaan yang mungkin muncul, mengapa Allah Yang Maha Kuasa tidak memberikan langsung? Mengapa mesti lewat perantaraan orang lain? Sesungguhnya disanalah letak kebijaksanaan Allah Swt. Ujian yang diberikan Allah Swt kepada hamba-hamba-Nya untuk menguji keimanan mereka dalam berbagai macam bentuk. Semua ujian itu untuk membentuk manusia menjadi manusia yang sempurna dalam pandangan Allah Swt. Mata diuji dengan perintah menundukkan pandangan dan bangun tengah malah melawan kantuk. Kaki diuji dengan perintah jihad, melangkah ke masjid dan silaturahim. Perut diuji dengan melaksanakan puasa menahan nafsu makan dan minum. Ada saatnya ujian datang pada sikap kecintaan terhadap harta benda, seorang mukmin yang menyerahkan hidupnya hanya kepada Allah mesti menerima keputusan Allah bahwa dalam harta yang ia miliki ada harta orang lain yang mesti ia berikan. Dalam 40 ekor kambing ada satu ekor kambing milik orang lain. Dalam 653 kg hasil panen gandum, ada 10 (tadah hujan) atau 5 persen (dengan irigasi) milik orang lain. Dalam 85 gr emas ada 2,5 persen milik orang lain yang mesti dikeluarkan. Ketika memahami harta sebagai ujian, maka sadarlah seorang mukmin bahwa ia sedang diuji oleh Allah Swt, apakah ia bersyukur atau tidak, syukur tidak hanya dalam ucapan lidah akan tetapi dalam bentuk sikap keikhlasan untuk mengeluarkan milik orang lain yang dititipkan Allah Swt dalam harta benda yang mereka usahakan.

Sanksi Tidak Menunaikan Kewajiban Harta.
Islam tidak hanya mengajarkan Tauhid dan Akhlaq, tapi juga mewajibkan hukuman. Ketika kewajiban tidak ditunaikan, maka hukuman siap menanti untuk dijatuhkan. Berkaitan dengan sikap keengganan menunaikan kewajiban harta, Allah menyebutkan hukuman yang akan diterima kelak di akhirat:
وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ (34) يَوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَذَا مَا كَنَزْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُونَ (35)
Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu”. (Qs. at-Taubah [9]: 34-35).
                Ketika seseorang tidak mengeluarkan kewajiban hartanya, berarti ia telah memakan harta orang lain yang dititipkan Allah Swt dalam hartanya, maka sesungguhnya ia telah memakan harta yang haram, meskipun pada lahirnya kelihatan halal karena harta itu hasil usahanya, tapi haram dalam pandangan Allah Swt. Dampak dari makanan yang haram itu menghalangi terkabulnya doa yang dipanjatkan kepada Allah Swt.  Dalam sebuah hadits dinyatakan:
ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِىَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ
Kemudian Rasulullah Saw menyebutkan seseorang dalam perjalanan panjang, rambutnya kusut dan berdebu, ia tengadahkan kedua tangannya ke langit seraya berucap, “Ya Allah, ya Allah”. Akan tetapi makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, ia diberi makanan yang haram, apakah mungkin doanya akan diperkenankan?!”. (HR. Muslim).
                Kelak semua manusia akan dihadapkan ke hadapan Allah Swt untuk mempertanggungjawabkan semua yang telah ia lakukan, akhir dari pertanggungjawaban itu adalah ditempatkannya manusia di tempat kenikmatan dan azab. Yang merasakan kenikmatan dan azab itu bukanlah ruh semata, akan tetapi fisik manusia ikut merasakannya. Tubuh yang terdiri dari darah dan daging jika ia berasal dari yang haram, maka tidak ada tempat lain kecuali api neraka, demikian pesan Rasulullah Saw kepada Ka’ab bin ‘Ujrah:
يَا كَعْبُ بْنَ عُجْرَةَ إِنَّهُ لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ النَّارُ أَوْلَى بِهِ
“Wahai Ka’ab bin ‘Ujrah, sesungguhnya tidak akan masuk surga daging yang tumbuh dari yang haram, api neraka lebih utama baginya”. (HR. Ahmad).
                 Semoga harta benda yang kita miliki tidak berubah menjadi azab, penghalang doa dan mengharamkan kita untuk masuk ke dalam surga tempat keabadian.







Jumat, 20 April 2012

Jamin 6 Perkara, Surga Sebagai Balasan.


Teks Hadits
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ
 « اضْمَنُوا لِى سِتًّا مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَضْمَنْ لَكُمُ الْجَنَّةَ
 اصْدُقُوا إِذَا حَدَّثْتُمْ
 وَأَوْفُوا إِذَا وَعَدْتُمْ
وَأَدُّوا إِذَا ائْتُمِنْتُمْ
وَاحْفَظُوا فُرُوجَكُمْ
وَغُضُّوا أَبْصَارَكُمْ
وَكُفُّوا أَيْدِيَكُمْ ».
Terjemah:
Dari ‘Ubadah bin ash-Shamit, sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda:
“Jaminkan terhadap diri kamu enam perkara, 
maka akan aku jamin surga untuk kamu:
Benarlah, jika bicara.
Penuhi, jika berjanji.
Tunaikan, jika diberi amanah.
Jagalah kemaluan.
Tundukkan pandangan.
Tahan perbuatan tangan”.

(Hadits Riwayat Imam Ahmad bin Hanbal).

Hadits: Menahan Amarah, Menjaga Lidah dan Memohon Ampunan Allah Swt.

Teks Hadits:
 عن أنس بن مالك يقول : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : (من كف غضبه كف الله عنه عذابه، ومن خزن لسانه ستر
  الله عورته، ومن اعتذر إلى الله قبل الله عذره)

 Terjemah:
Dari Anas bin Malik, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Siapa yang menahan amarahnya, maka Allah akan menahan azab darinya. Siapa yang menjaga lidahnya, maka Allah akan menutupi aibnya. Siapa yang memohon ampun kepada Allah, maka Allah akan menerimanya”. (terdapat perbedaan susunan antara beberapa riwayat).

Sumber:
Musnad Abi Ya’la al-Maushili, Syu’ab al-Iman Imam al-Baihaqi, Ibnu Abi ad-Dunia dalam Dzam al-Ghadhab.

Status Hadits: Hadits Hasan, Shahih Kunuz as-Sunnah.

Minggu, 15 April 2012

HADITS: PENGHUNI SURGA ADA TIGA.

Petikan dari khutbah Rasulullah Saw yang disebutkan dalam Shahih Muslim dan Musnad Ahmad bin Hanbal.

Teks Hadits:
وَأَهْلُ الْجَنَّةِ ثَلاَثَةٌ ذُو سُلْطَانٍ مُقْسِطٌ مُتَصَدِّقٌ مُوَفَّقٌ
وَرَجُلٌ رَحِيمٌ رَقِيقُ الْقَلْبِ لِكُلِّ ذِى قُرْبَى وَمُسْلِمٍ
وَعَفِيفٌ مُتَعَفِّفٌ ذُو عِيَالٍ

Terjemah:
“Penghuni surga itu ada tiga:
(Pertama) seseorang yang memiliki kuasa; adil, berbagi dan mendapatkan taufiq (sesuai al-Qur’an dan Sunnah).
(Kedua) seseorang yang penyayang, memiliki hati yang lembut kepada semua kerabat dan sesama muslim.
(Ketiga) seseorang yang menjaga kehormatan dirinya, menghindarkan diri dari segala yang syubhat, meskipun ia memiliki tanggungan (sangat membutuhkan).

Jumat, 13 April 2012

HADITS: ZALIM ADA TIGA.

Teks Hadits:
عن أنس ، قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم :
« الظلم ثلاثة : فظلم لا يتركه الله ، وظلم يغفر ، وظلم لا يغفر ،
فأما الظلم الذي لا يغفر فالشرك لا يغفره الله ،
وأما الظلم الذي يغفر فظلم العبد فيما بينه وبين ربه ،
وأما الذي لا يترك فقص الله بعضهم من بعض »

Terjemah:
Dari Anas bin Malik, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda:
“Zalim itu ada tiga: zalim yang tidak dibiarkan Allah, zalim yang diampuni dan zalim yang tidak diampuni.
Adapun yang zalim yang tidak diampuni adalah syirik, Allah tidak mengampuninya.
Adapun zalim yang diampuni adalah zalim antara hamba dan Tuhannya.
Adapun zalim yang tidak dibiarkan, Allah menetapkan hukum balas diantara mereka”.

Sumber:
Musnad ath-Thayalisi.

Status Hadits:
Hadits Hasan.

Minggu, 08 April 2012

SHALAT BERJAMA'AH.

Disusun Oleh: H. Abdul Somad, Lc., MA.

Hukum Shalat Berjamaah Menurut Mazhab:
Mazhab Hanafi dan Maliki: Sunnat Mu’akkad.
Dalil:
صَلاَةُ الْجَمَاعَةِ تَفْضُلُ صَلاَةَ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً
“Shalat berjamaah lebih utama daripada shalat sendirian 27 derajat”. (HR. Al-Bukhari). Ini menunjukkan bahwa shalat berjamaah itu termasuk jenis anjuran, seakan-akan Rasulullah Saw mengatakan, “Shalat berjamaah lebih sempurna daripada shalat sendirian”.
الجماعة من سنن الهدى لا يتخلف عنها الا منافق
“Shalat berjamaah itu termasuk salah satu sunnah hidayah, tidak ada yang terlambat darinya kecuali orang munafiq”.

Mazhab Syafi’i: Fardhu Kifayah.
Dalil:
مَا مِنْ ثَلاَثَةٍ فِى قَرْيَةٍ وَلاَ بَدْوٍ لاَ تُقَامُ فِيهِمُ الصَّلاَةُ إِلاَّ قَدِ اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّيْطَانُ فَعَلَيْكَ بِالْجَمَاعَةِ فَإِنَّمَا يَأْكُلُ الذِّئْبُ الْقَاصِيَةَ
“Tidaklah tiga orang berada di suatu kampung atau perkampungan badui, tidak didirikan shalat berjamaah pada mereka, maka mereka dikuasai setan. Hendaklah engkau melaksanakan shalat berjamaah, sesungguhnya srigala hanya memakan kambing yang memisahkan diri dari gerombolannya”. (HR. Abu Daud).


Mazhab Hanbali: Wajib ‘Ain.
Dalil:
 وَإِذَا كُنْتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلَاةَ
“Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka”. (QS. An-Nisa’ [4]: 102).
Jika dalam kondisi perang saja tetap disyariatkan shalat berjamaah, apalagi dalam kondisi aman.
وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ (43)
“Laksanakanlah shalat bersama orang-orang yang shalat”. (Qs. al-Baqarah [2]: 43).
إِنَّ أَثْقَلَ صَلاَةٍ عَلَى الْمُنَافِقِينَ صَلاَةُ الْعِشَاءِ وَصَلاَةُ الْفَجْرِ وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا وَلَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ بِالصَّلاَةِ فَتُقَامَ ثُمَّ آمُرَ رَجُلاً فَيُصَلِّىَ بِالنَّاسِ ثُمَّ أَنْطَلِقَ مَعِى بِرِجَالٍ مَعَهُمْ حُزَمٌ مِنْ حَطَبٍ إِلَى قَوْمٍ لاَ يَشْهَدُونَ الصَّلاَةَ فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ بِالنَّارِ
“Sesungguhnya shalat yang paling berat bagi orang-orang munafiq adalah shalat Isya’ dan shalat Shubuh, andai mereka mengetahui apa yang ada pada kedua shalat itu pastilah mereka akan datang walau pun merangkak. Aku ingin memerintahkan shalat, maka shalat pun dilaksanakan, kemudian aku perintahkan seorang laki-laki melaksanakan shalat berjamaah bersama orang banyak. Kemudian beberapa orang pergi bersamaku, mereka membawa beberapa ikat kayu bakar kepada kaum yang tidak melaksanakan shalat berjamaah, aku akan membakar rumah mereka dengan api”. (HR. Muslim).
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ أَتَى النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- رَجُلٌ أَعْمَى فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ لَيْسَ لِى قَائِدٌ يَقُودُنِى إِلَى الْمَسْجِدِ. فَسَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ يُرَخِّصَ لَهُ فَيُصَلِّىَ فِى بَيْتِهِ فَرَخَّصَ لَهُ فَلَمَّا وَلَّى دَعَاهُ فَقَالَ « هَلْ تَسْمَعُ النِّدَاءَ بِالصَّلاَةِ ». فَقَالَ نَعَمْ. قَالَ « فَأَجِبْ ».
Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Seorang laki-laki buta datang kepada Rasulullah Saw, ia berkata: ‘Wahai Rasulullah, tidak ada yang membimbing saya ke masjid”. Ia meminta kepada Rasulullah Saw agar diberi keringanan shalat di rumah, lalu Rasulullah Saw memberikan keringanan. Ketika ia akan pergi, Rasulullah Saw memanggilnya seraya bertanya, “Apakah engkau mendengar seruan adzan?”. Ia menjawab: “Ya”. Rasulullah Saw berkata: “Maka engkau wajib datang”. (HR. Muslim).
Allah Swt tetap mewajibkan shalat berjamaah dalam kondisi menakutkan (perang), memperbolehkan shalat jama’ saat hujan, semua itu bertujuan untuk menjaga shalat berjamaah. Andai shalat berjamaah itu sunnat, pastilah semua itu tidak dibolehkan.
[Lihat: al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, juz.2, hal. 1167-1169].

Ijma’.
 Para shahabat telah Ijma’ tentang disyariatkannya shalat berjamaah setelah hijrah.
 Kalangan Salaf berdukacita tiga hari jika ketinggalan takbiratul ihram shalat jamaah. Berdukacita tujuh hari jika ketinggalan shalat berjamaah.
(al-Fiqh al-Islamy wa Adullatuhu, 2/1165).

‘Udzur Meninggalkan Shalat Berjamaah:
 Sakit kuat. Tidak termasuk sakit kepala dan demam ringan.
 Menimbulkan mudharat.
 Hujan deras.
 Menahan buang air kecil dan besar. Karena dapat mencegah kesempurnaan dan kekhusyu’an shalat.
 Selesai makan makanan yang sangat bau.
 Tertahan di suatu tempat.
(al-fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, 2/1189-1190).

Bacaan Ayat Imam:
 Thiwal al-mufashshal : Qaf/al-Hujurat ke an-Naba’.
 Ausath al-mufashshal : an-Nazi’at ke adh-Dhuha.
 Qishar al-Mufashshal : al-Insyirah ke an-nas.
Shubuh dan Zhuhur : Thiwal al-Mufashshal.
‘Ashar dan Isya’ : Ausath al-Mufashshal.
Maghrib : Qishar al-Mufashshal.
(al-Adzkar, Imam an-Nawawi).

Lama Ruku’ dan Sujud:
قال ابن قدامة في المغني:
قال احمد جاء الحديث عن الحسن البصري أنه قال: التسبيح التام سبع، والوسط خمسة، وأدناه ثلاثة.
Ibnu Qudamah berkata dalam al-Mughni:
Imam Ahmad bin Hanbal berkata, “Terdapat riwayat dari al-Hasan al-Bashri bahwa ia berkata:
“Tasbih yang sempurna itu tujuh, pertengahan itu lima dan yang paling rendah itu tiga”.

Zikir dan Doa Setelah Shalat:
فِيهِ حَدِيث اِبْن عَبَّاس رَضِيَ اللَّه عَنْهُمَا قَالَ : ( كُنَّا نَعْرِف اِنْقِضَاء صَلَاة رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالتَّكْبِيرِ ) وَفِي رِوَايَة ( أَنَّ رَفْعَ الصَّوْت بِالذِّكْرِ حِين يَنْصَرِف النَّاس مِنْ الْمَكْتُوبَة كَانَ عَلَى عَهْد النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَّهُ قَالَ اِبْن عَبَّاس رَضِيَ اللَّه عَنْهُمَا : كُنْت أَعْلَم إِذَا اِنْصَرَفُوا بِذَلِكَ إِذَا سَمِعْت ) هَذَا دَلِيل لِمَا قَالَهُ بَعْض السَّلَف أَنَّهُ يُسْتَحَبّ رَفْع الصَّوْت بِالتَّكْبِيرِ وَالذِّكْر عَقِب الْمَكْتُوبَة .
Dalam masalah ini ada hadits riwayat Ibnu Abbas, ia berkata: “Kami mengetahui bahwa shalat Rasulullah Saw telah selesai dengan (mendengar) suara takbir”.
Dalam riwayat lain: “Sesungguhnya men-jahar-kan suara zikir ketika selesai shalat wajib telah ada sejak masa Rasulullah Saw”.
Ibnu abbas berkata: “Saya mengetahui mereka telah selesai shalat ketika saya mendengarnya”.
Ini dalil pendapat sebagian kalangan Salaf bahwa dianjurkan men-jahar-kan suara takbir dan zikir setelah shalat”. (Syarh Shahih Muslim, Imam Nawawi).

وَيُسِرُّ بِدُعَائِهِ وَلَا يَجْهَرُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ إِمَامًا يُرِيدُ تَعْلِيمَ النَّاسِ الدُّعَاءَ ، فَلَا بَأْسَ أَنْ يَجْهَرَ بِهِ (الحاوي الكبير: 2/342).
Doa dibaca sirr, tidak di-jahar-kan, kecuali imam ingin mengajarkan kepada orang banyak, maka boleh men-jahar-kan. (al-Hawi al-Kabir, Imam al-Mawardi: 2/342).
Hikmah Shalat Berjamaah:
1. Lipat Ganda Amal.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ: « صَلاَةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلاَةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً ».
“Dari Ibnu Umar, sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda: “Shalat berjamaah lebih baik daripada shalat sendirian sebanyak dua puluh tujuh tingkatan”. (HR. Muslim).
2. Dijauhkan Dari Syetan.
إِنَّ الشَّيْطَانَ ذِئْبُ الإِنْسَانِ كَذِئْبِ الْغَنَمِ يَأْخُذُ الشَّاةَ الْقَاصِيَةَ وَالنَّاحِيَةَ فَإِيَّاكُمْ وَالشِّعَابَ وَعَلَيْكُمْ بِالْجَماعَةِ وَالْعَامَّةِ والْمَسْجِدِ
“Sesungguhnya setan itu bagi manusia seperti srigala bagi kambing, srigala menangkap kambing yang memisahkan diri dari gerombolannya dan kambing yang menyendiri. Maka janganlah kamu memisahkan diri dari jamaah, hendaklah kamu berjamaah, bersama orang banyak dan senantiasa memakmurkan masjid”. (HR. Ahmad bin Hanbal).
3. Semakin Banyak Balasan Dengan Banyaknya Jumlah Orang Yang Shalat.
وَإِنَّ صَلاَةَ الرَّجُلِ مَعَ الرَّجُلِ أَزْكَى مِنْ صَلاَتِهِ وَحْدَهُ وَصَلاَتُهُ مَعَ الرَّجُلَيْنِ أَزْكَى مِنْ صَلاَتِهِ مَعَ الرَّجُلِ وَمَا كَثُرَ فَهُوَ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى
“Sesungguhnya shalat seseorang dengan satu orang lebih utama daripada shalat sendirian. Shalat seseorang bersama dua orang lebih utama daripada shalatnya bersama satu orang. Jika lebih banyak, maka lebih dicintai Allah Swt”. (HR. Abu Daud).
4. Dijauhkan Dari Nifaq.
مَنْ صَلَّى لِلَّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا فِى جَمَاعَةٍ يُدْرِكُ التَّكْبِيرَةَ الأُولَى كُتِبَتْ لَهُ بَرَاءَتَانِ بَرَاءَةٌ مِنَ النَّارِ وَبَرَاءَةٌ مِنَ النِّفَاقِ
“Siapa yang melaksanakan shalat karena Allah Swt selama empat puluh hari berjamaah, ia mendapatkan takbiratul ihram. Maka dituliskan baginya dijauhkan dari dua perkara; dari neraka dan dijauhkan dari kemunafikan”. (HR. At-Tirmidzi).
5. Mendapatkan Perlindungan Allah Swt.
مَنْ صَلَّى الصُّبْحَ فَهُوَ فِى ذِمَّةِ اللَّهِ
“Siapa yang melaksanakan shalat Shubuh berjamaah, maka ia berada dalam lindungan Allah Swt”. (HR. Muslim).
6. Mendapatkan Balasan Pahala Seperti Haji dan ‘Umrah.
مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِى جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ ». قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ ».
“Siapa yang melaksanakan shalat Shubuh berjamaah, kemudian ia duduk berzikir hingga terbit matahari, kemudian ia melaksanakan shalat dua rakaat. Maka ia mendapatkan balasan pahala seperti haji dan umrah”. Kemudian Rasulullah Saw mengatakan, “Sempurna, sempurna, sempurna”. (HR. At-Tirmidzi).
7. Mendapatkan Balasan Pahala Seperti Qiyamullail.
مَنْ صَلَّى الْعِشَاءَ فِى جَمَاعَةٍ فَكَأَنَّمَا قَامَ نِصْفَ اللَّيْلِ وَمَنْ صَلَّى الصُّبْحَ فِى جَمَاعَةٍ فَكَأَنَّمَا صَلَّى اللَّيْلَ كُلَّهُ
“Siapa yang melaksanakan shalat Isya’ berjamaah, maka seakan-akan ia telah melaksanakan Qiyamullail setengah malam. Siapa yang melaksanakan shalat Shubuh berjamaah, maka seakan-akan ia telah melaksanakan Qiyamullail sepanjang malam”. (HR. Muslim).
8. Berkumpul Dengan Para Malaikat.
يَتَعَاقَبُونَ فِيكُمْ مَلاَئِكَةٌ بِاللَّيْلِ وَمَلاَئِكَةٌ بِالنَّهَارِ ، وَيَجْتَمِعُونَ فِى صَلاَةِ الْفَجْرِ وَصَلاَةِ الْعَصْرِ ، ثُمَّ يَعْرُجُ الَّذِينَ بَاتُوا فِيكُمْ ، فَيَسْأَلُهُمْ وَهْوَ أَعْلَمُ بِهِمْ كَيْفَ تَرَكْتُمْ عِبَادِى فَيَقُولُونَ تَرَكْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ ، وَأَتَيْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ
“Malaikat malam dan malaikat siang saling bergantian, mereka berkumpul pada shalat Shubuh dan shalat ‘Ashar. Kemudian yang bertugas di waktu malam naik, Allah Swt bertanya kepada mereka, Allah Swt Maha Mengetahui, “Bagaimanakah kamu meninggalkan hamba-hamba-Ku?”. Mereka menjawab, “Kami tinggalkan mereka ketika mereka sedang melaksanakan shalat dan kami datang kepada mereka ketika mereka sedang melaksanakan shalat”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
9. Didoakan Malaikat.
 لاَ يَزَالُ الْعَبْدُ فِى صَلاَةٍ مَا كَانَ فِى مُصَلاَّهُ يَنْتَظِرُ الصَّلاَةَ وَتَقُولُ الْمَلاَئِكَةُ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ. حَتَّى يَنْصَرِفَ أَوْ يُحْدِثَ
“Seorang hamba yang melaksanakan shalat, kemudian ia tetap berada di tempat shalatnya menantikan pelaksanaan shalat, maka malaikat berkata: “Ya Allah, ampunilah ia, curahkanlah rahmat-Mu kepadanya”. Hingga ia beranjak atau berhadas. (HR. Muslim).
10. Serentak Dengan ‘Amin’ Malaikat.
إِذَا أَمَّنَ الإِمَامُ فَأَمِّنُوا فَإِنَّهُ مَنْ وَافَقَ تَأْمِينُهُ تَأْمِينَ الْمَلاَئِكَةِ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Apabila imam mengucapkan ‘Amin’, maka ucapkanlah ‘Amin’. Sesungguhnya siapa yang ucapannya sesuai dengan ucapan ‘Amin’ yang diucapkan malaikat, maka Allah mengampuni dosanya yang telah lalu”.
(HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Akan Datang Walaupun Merangkak.
وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِى الْعَتَمَةِ وَالصُّبْحِ لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا
“Andai mereka mengetahui apa yang ada pada shalat Isya’ dan shalat Shubuh, pastilah mereka akan mendatanginya, walaupun merangkak”.
(HR. Al-Bukhari).