Menunda
Puasa Qadha’[1].
Fatwa
Syekh ‘Athiyyah Shaqar.
Pertanyaan:
Saya
tidak melaksanakan beberapa hari di bulan Ramadhan karena uzur, saya tidak
mampu meng-qadha’-nya hingga masuk Ramadhan berikutnya. Apakah saya
didenda karena menunda puasa Qadha’? ketika meng-qadha’, apakah
wajib berturut-turut atau boleh terpisah-pisah?
Jawaban:
Jumhur
ulama mewajibkan fidyah bagi orang yang menunda qadha’ puasa
Ramadhan hingga masuk ke Ramadhan berikutnya. Fidyah tersebut adalah
memberikan makan satu orang miskin untuk satu hari puasa yang ditinggalkan,
makanan tersebut cukup untuk makan siang dan makan malam. Jika qadha’
tersebut tidak dilaksanakan tanpa ada uzur. Hukum ini berdasarkan dalil hadits Mauquf
dari Abu Hurairah, artinya ini ucapan Abu Hurairah, penisbatan ucapan ini
kepada Rasulullah Saw adalah dha’if. Hukum ini juga diriwayatkan dari
enam orang shahabat, menurut Yahya bin Aktsam tidak ada yang menentang pendapat
mereka, diantara mereka adalah Ibnu Abbas dan Ibnu Umar ra.
Abu Hanifah dan ulama Mazhab
Hanafi berpendapat: tidak wajib membayar fidyah disamping qadha’.
Karena Allah Swt berfirman tentang orang yang sakit dan musafir:
×o£Ïèsù
ô`ÏiB
BQ$r&
tyzé&
4
“Maka
(wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari
yang lain”. (Qs. Al-Baqarah [2]: 184).
Allah Swt tidak memerintahkan membayar fidyah. Hadits yang mewajibkannya
adalah hadits dha’if, tidak dapat dijadikan dalil.
Imam asy-Syaukani berkata dalam Nail
al-Authar, juz. 4, hal. 318, mendukung pendapat ini, “Tidak ada hadits kuat
dari Rasulullah Saw tentang masalah ini. Pendapat shahabat tidak dapat
dijadikan dalil. Pendapat jumhur tidak menunjukkan bahwa itu benar. Hukum asal
tidak ada kewajiban menjadi penetap hukum tidak adanya kewajiban yang
membebani, sampai ada dalil tentang itu. Dalam masalah ini tidak ada dalil yang
mendukung. Maka tidak wajib membayar fidyah)”.
Imam Syafi’i berkata, “Jika qadha’
tersebut tidak dilaksanakan karena uzur, maka tidak wajib membayar fidyah.
Jika bukan karena suatu uzur, maka wajib membayar fidyah”. Pendapat ini
penengah antara dua pendapat diatas. Akan tetapi hadits dha’if atau
hadits mauquf tentang kafarat ini tidak membedakan antara ada
atau tidak adanya uzur. Mungkin pendapat ini dapat menenangkan jiwa karena
memperhatikan bentuk khilaf yang ada.
Melaksanakan puasa qadha’
Ramadhan itu wajib dilaksanakan secara tunda, tidak wajib dilaksanakan segera,
meskipun afdhal dilaksakan dengan segera ketika mampu, karena hutang kepada
Allah Swt lebih utama untuk ditunaikan. Disebutkan dalam Shahih Muslim
dan Musnad Ahmad bahwa Aisyah ra meng-qadha’ puasa Ramadhan di
bulan Sya’ban, ia tidak melaksanakannya segera ketika ia mampu.
Dalam melaksanakan puasa Qadha’
tidak diwajibkan mesti berturut-turut. Ad-Daraquthni meriwayatkan dari Ibnu
Umar bahwa Rasulullah Saw berkata tentang qadha’ puasa Ramadhan:
إِنْ شَاءَ فَرَّقَ وَإِنْ شَاءَ تَابَعَ
“Jika
mau dapat melaksanakannya secara terpisah-pisah dan jika mau dapat
melaksanakannya secara berturut-turut”.
bagaimana hukum melaksanakan qadha di hari jum'at ?
BalasHapusHukum kredit barang
BalasHapus