Fatwa Syekh ‘Athiyyah Shaqar.
Pertanyaan:
Apakah Rasulullah Saw melaksanakan shalat Tarawih
dua puluh rakaat?
Jawaban:
Imam al-Bukhari dan lainnya meriwayatkan dari
Aisyah ra:
مَا
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ - r-
يَزِيدُ فِى رَمَضَانَ وَلاَ فِى غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً ،
يُصَلِّى أَرْبَعًا فَلاَ تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ، ثُمَّ يُصَلِّى
أَرْبَعًا فَلاَ تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ، ثُمَّ يُصَلِّى ثَلاَثًا
Rasulullah Saw tidak pernah menambah, dalam bulan
Ramadhan maupun di luar Ramadhan, lebih dari sebelas rakaat; Rasulullah Saw
melaksanakan empat rakaat, jangan engkau tanya tentang bagus dan lamanya,
kemudian beliau melaksanakan empat rakaat, jangan engkau tanya tentang bagus
dan lamanya, kemudian melaksanakan shalat tiga rakaat.
Ucapan Aisyah ra, “Melaksanakan shalat empar
rakaat”, tidak menafikan bahwa Rasulullah Saw mengucapkan salam setelah dua
rakaat, berdasarkan sabda Rasulullah Saw:
صَلاَة اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى
“Shalat malam itu dua rakaat, dua rakaat”.
Dan ucapan Aisyah ra, “Melaksanakan shalat tiga
rakaat”, maknanya Rasulullah Saw melaksanakan shalat Witir satu rakaat dan
shalat Syaf’ dua rakaat. Imam Muslim meriwayatkan dari ‘Urwah dari
Aisyah ra, ia berkata:
أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ -r-
كَانَ يُصَلِّى بِاللَّيْلِ إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُوتِرُ مِنْهَا
بِوَاحِدَةٍ
“Rasulullah Saw melaksanakan shalat malam sebelas
rakaat, melaksanakan shalat witir satu rakaat daripadanya”.
Dalam beberapa jalur riwayat lain disebutkan:
يُسَلِّمُ مِنْ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ
“Rasulullah Saw mengucapkan salam setiap dua
rakaat”.
Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah
meriwayatkan dalam kitab Shahih mereka dari Jabir ra, bahwa Rasulullah
Saw mengimami para shahabat shalat delapan rakaat dan shalat Witir. Kemudian
mereka menunggu Rasulullah Saw pada malam berikutnya, akan tetapi Rasulullah
Saw tidak keluar menemui mereka. Inilah yang shahih dari perbuatan Rasulullah
Saw, tidak ada riwayat shahih lain selain ini.
Benar bahwa kaum muslimin melaksanakan
shalat pada masa Umar, Utsman dan Ali sebanyak dua puluh rakaat, ini adalah
pendapat jumhur Fuqaha’ (ahli Fiqh) dari kalangan Mazhab Hanafi, Hanbali dan
Daud.
Imam at-Tirmidzi berkata, “Mayoritas ulama
berpegang pada riwayat dari Umar, Ali dan lainnya dari kalangan shahabat bahwa
mereka melaksanakan shalat Tarawih dua puluh rakaat. Ini adalah pendapat Imam
ats-Tsauri, Ibnu al-Mubarak dan Imam Syafi’i. Demikian saya mendapati kaum
muslimin di Mekah, mereka melaksanakan shalat Tarawih dua puluh rakaat”.
Menurut Imam Malik shalat Tarawih tiga
puluh enam rakaat, selain Witir. Imam az-Zarqani berkata dalam Syarh
al-Mawahib al-Ladunniyyah, “Ibnu Hibban menyebutkan bahwa shalat Tarawih
pada awalnya adalah sebelas rakaat, mereka melaksanakannya dengan bacaannya
yang panjang. Lalu kemudian mereka merasa berat, maka mereka meringankan bacaan
dan menambah jumlah rakaat. Mereka melaksanakan dua puluh rakaat selain shalat Syaf’
dan Witir, dengan bacaan sedang. Kemudian mereka meringankan bacaan dan
menjadikan jumlah rakaat menjadi tiga puluh enam rakaat selain Syaf’ dan
Witir. Kemudian mereka melaksanakan shalat Tarawih seperti itu”.
Demikianlah, al-Hafizh Ibnu Hajar
al-‘Asqalani berkata setelah menggabungkan beberapa riwayat, “Perbedaan
tersebut berdasarkan kepada panjang dan pendeknya bacaan. Jika bacaannya
panjang, maka jumlah rakaat sedikit. Demikian juga sebaliknya”. Demikian juga
menurut Imam ad-Dawudi dan lainnya. Kemudian al-Hafizh menyebutkan bahwa
penduduk Madinah melaksanakan shalat Tarawih tiga puluh enam rakaat untuk
menyamai penduduk Mekah. Karena penduduk Mekah melaksanakan Thawaf tujuh
putaran diantara dua waktu istirahat (pada shalat Tarawih). Maka penduduk
Madinah membuat empat rakaat sebagai pengganti tujuh putaran Thawaf tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar