Dalam buku
AGAMA BAHA’I, pada halaman 7 ada gambar, tertulis di bawah gambar tersebut:
MAKAM SANG BAB. Apa dan Siapakah BAB itu?
BAB artinya pintu. Karena dialah
satu-satunya pintu menuju Imam Mahdi.
BAB itu adalah gelarAli bin Muhammad
Ridha as-Syirazi.
Ia lahir di Syiraz Iran pada tahun
1819M.
(Sumber: Muhadharat fi
al-Milal wa an-Nihal, DR.Muhammad Mushthafa as-Syinnawi dan DR.Khalid
Ibrahim Hasballah, Mesir 1998, hal.283).
Pada awalnya ia mengaku sebaga BAB,
pintu menuju Imam Mahdi.
Pada fase selanjutnya, ia mengaku
nabi, BAB; pintu yang menyampaikan kepada Allah.
Akhirnya ia mengaku Allah bersemayam
dalam dirinya.
(Sumber: al-Babiyyah wa
al-Baha’iyyah fi al-Mizan, hal.51).
Apakah hubungan
BAHA’I dengan BAB?
Setelah Ali bin Muhammad Ridha
as-Syirazi yang bergelar BAB mati, maka murid-muridnya terpecah menjadi tiga:
PERTAMA: Pengikut BAB yang tetap
berpegang pada wasiat Ali bin Muhammad Ridha as-Syirazi.
KEDUA: Pengikut Yahya Ali an-Nuri
al-Mazandarani bergelar Shubh Azal.
KETIGA: Pengikut Husain an-Nuri
al-Mazandarani bergelar Baha’ullah. Pengikutnya disebut BAHA’I.
Mereka saling mengkafirkan. Meskipun
Yahya Ali an-Nuri al-Mazandarani adalah saudara kandung Husain an-Nuri
al-Mazandarani (Baha’ullah), tapi ia mengkafirkan Baha’ullah dan pengikutnya
dengan sabdanya:
خذوا ما أظهرنا بقوة وأعرضوا عن الإثم
لعلكم ترحمون إن الذين يتخذون العجل من بعد نور الله أولئك هم المشركون
“Lawanlah kenyataan yang terjadi di
tengah-tengah kita dengan kekuatan. Tolaklah dosa, mudah-mudahan kamu mendapat
rahmat. Sesungguhnya orang-orang yang menjadikan anak lembu sebagai tuhan
setelah cahaya Allah, mereka itu adalah orang-orang yang musyrik”.
Yahya Ali an-Nuri al-Mazandarani
menyamakan Baha’ullah seperti Samiri yang telah menyesatkan Bani Israil dengan
membuat patung anak lembu.
(Sumber: Fitnah
al-Baha’iyyah, Abu Hafsh Ahmad bin Abdissalam as-Sakandari, hal.13).
Apakah BAHA’I
itu?
تعريف البهائية:
ديانة منحرفة
أسستها طائفة خرجت في إيران ، جعلت لها كتاباً بدل القرآن سموه: البيان , وكتابا
آخر اسمه: الأقدس , وهم يعتقدون أن البيان والأقدس أفضل من القرآن، وإنهما ناسخان
له
Definisi Baha’i.
Baha’i adalah agama menyimpang yang
didirikan oleh suatu kelompok di Iran. Kelompok ini membuat kitab suci
pengganti al-Qur’an, mereka sebut dengan al-Bayan. Satu lagi kitab al-Aqdas.
Mereka meyakini bahwa al-Bayan dan al-Aqdas lebih utama daripada al-Qur’an.
Al-Bayan dan al-Aqdas telah menghapus al-Qur’an.
(Prof. DR. Thal’at Zahran
as-Sakandari, al-Baha’iyyah, hal.20).
Mengapa Istana
BAHA’I bisa ada di ISRAEL?
Konflik saudara kandung (Yahya Ali
an-Nuri al-Mazandarani bergelar Shubh Azal dan
Husain an-Nuri al-Mazandarani
bergelar Baha’ullah). Shubh Azal pernah berusaha meracun Baha’ullah dan
Baha’ullah pula melakukan percobaan pembunuhan terhadap Shubh Azal. Akhirnya,
Shubh Azal diasingkan ke Cyprus, sedangkan Baha’ullah diasingkan ke ‘Akka
Palestina. Shubh Azal mati di Cyprus. Kepemimpinan ia wasiatkan kepada puteranya
yang akhirnya masuk Kristen, pengikutnya pun terpecah. Sedangkan Baha’ullah di
‘Akka lebih beruntung, ia mendapatkan bantuan dari Zionis Israel. Mereka
membuatkan istana megah untuknya, disebut Istana al-Bahjah. Di sanalah
dimakamkan Baha’ullah. Kaum Baha’i menjadikannya kiblat ritual dan berhaji.
Terlihat jelas campur tangan asing dalam Baha’i.
(Sumber:
Fitnah al-Baha’iyyah, Abu Hafsh Ahmad bin Abdissalam as-Sakandari,
hal.13).
Bagaimanakah
akhir hayat BAHA’ULLAH?
Di akhir hayatnya, Allah
menjadikannya sebagai pelajaran, ia tertimpa penyakit GILA. Ia menutup wajahnya
dengan kain seperti wanita, agar para pengikutnya tidak bisa melihatnya, hingga
membuat anak tertuanya bernama Abbas Affandi Abdul Baha’ mengurungnya agar
tidak dilihat orang banyak karena ia dalam kondisi GILA. Akhirnya ia menderita
demam panas di seluruh tubuhnya. Sampai akhirnya, setelah penderitaan panjang
itu, Allah membinasakannya pada bulan Mei 1892M.
(Sumber:
Fitnah al-Baha’iyyah, Abu Hafsh Ahmad bin Abdissalam as-Sakandari, hal.16).
Bagaimanakah
perkembangan BAHA’I setelah kematian Baha’ullah?
Selanjutnya kepemimpinan Baha’i
dipimpin oleh Abbas Affandi Abdul Baha’.
Apakah Sikap
BAHA’I terhadap penjajahan ISRAEL terhadap Palestina?
Jelas terlihat dukungan BAHA’I
terhadap ISRAEL, bisa dilihat dalam pidato Abbas Affandi:
وفي هذا الزمان وفي تلك الدورة سيجتمع
بنو إسرائيل في الأرض المقدسة ويمتلكون الأراضي والقرى ويسكنون فيها ويزدادون
تدريجيا إلى أن تصير فلسطين كلها وطنا لهم
“Pada masa ini, pada fase tersebut,
bangsa Israel akan berkumpul di tanah suci, mereka akan menguasai dan memiliki
tanah-tanah dan desa-desa. Mereka akan mendiaminya. Secara perlahan-lahan
mereka akan terus bertambah hingga seluruh Palestina akan menjadi negeri
Israel”.
(Sumber: Fitnah
al-Baha’iyyah, Abu Hafsh Ahmad bin Abdissalam as-Sakandari, hal.17).
Bagaimanakah
‘AQIDAH BAHA’I?
Mereka meyakini
bahwa tuhan bersemayam dalam diri para pendiri mereka. Ini jelas dalam ucapan Baha’ullah
saat mewasiatkan kepemimpinan kepada Abbas Afandi dengan berfirman
من الله العزيز الحكيم إلى الله اللطيف الخبير
“Dari Allah
Yang Maha Kuasa dan Bijaksana kepada Allah Yang Maha Lembut dan Mengetahui”.
Maksudnya: dari Baha’ullah kepada Abbas Affandi. Karena mereka meyakini tuhan
bersemayam dalam diri mereka.
(Sumber: Fitnah al-Baha’iyyah, Abu Hafsh Ahmad bin
Abdissalam as-Sakandari, hal.16).
Dalam kitab suci mereka al-Aqdas disebutkan:
"من عرفني فقد عرف المقصود ، ومن توجه إلي
فقد توجه إلى المعبود".
“Siapa yang mengenal aku
(Baha’ullah), maka ia telah mengenal yang dimaksud.
Siapa yang menghadap kepadaku, maka
ia telah menghadap kepada yang disembah”.
BAHA’I meyakini
semua agama benar.
Inilah yang membuat mereka bisa
diterima semua golongan, karena memberikan pembenaran. Abbas Affandi Abdul
Baha’ mengajarkan pluralisme agama. Ia berkata dalam al-Khithabat Abd
al-Baha’, pidatonya halaman 99:
اعلم أن الملكوت ليس خاصا بجمعية
مخصوصة فإنك يمكن أن تكون بهائيا مسيحيا وبهائيا ماسونيا وبهائيا يهوديا وبهائيا
مسلما
“Ketahuilah bahwa kuasa tuhan tidak
hanya khusus pada kelompok tertentu, Anda bisa menjadi seorang Baha’i Kristen,
Baha’i Freemasonry, Baha’i Yahudi dan Baha’i Muslim”.
BEBERAPA
PENYIMPANGAN BAHA’I,
disebutkan Prof.DR.Thal’at Zahran as-Sakandari dalam al-Baha’iyyah:
·
Tidak
boleh shalat berjamaah. Kecuali shalat jenazah. Ritual ibadah mereka hanya tiga
kali saja; shubuh, zhuhur dan sore. Setiap satu ritual terdiri dari tiga
rakaat, caranya tidak ditentukan, dilaksanakan secara bebas.
·
Arah
kiblat ke istana al-Bahjah di ‘Akka di Palestina.
·
Wudhu’
hanya pada wajah dan tangan dengan air bunga mawar dengan mengucapkan:
Bismillah al-Athhar al-Athhar sebanyak lima kali.
·
Tidak
ada najis dan junub. Karena semua orang yang meyakini BAHA’I maka ia telah
suci.
·
Mengagungkan
angka 19.
·
Puasa
hanya 19 hari dalam setahun. Dari tanggal 2 sampai 21 Maret. Disebut dengan
bukan al-‘Ala’, akhir bulan Baha’i.
·
Zakat
sebanyak 19% dari total harta.
·
Haji
ke makam Baha’ullah di istana al-Bahjah di ‘Akka.
·
Tidak
ada hukuman.
·
Boleh
menikah bagi pasangan homo dan lesbi. Ini yang membuat BAHA’I diterima di Eropa
yang memang masyarakat sakit.
·
Mengharamkan
hijab bagi wanita. Oleh sebab itu di buku AGAMA BAHA’I banyak sekali gambar
wanita tidak menutup aurat.
·
Mengharamkan
jihad. Itulah rahasia mengapa mereka mendapatkan bantuan dan support dari barat
dan Israel.
·
Menyatakan
kenabian para tokoh seperti Sidarta Gautama, Konghucu, Zaratusta dan para
filosof India, Cina dan Persia.
·
Mengingkari
mukjizat para nabi.
·
Membolehkan
nikah mut’ah (nikah kontrak).
·
Agama
BAHA’I menghapus syariat nabi Muhammad Saw.
·
Kitab
al-Aqdas lebih hebat daripada al-Qur’an.
·
Wahyu
masih terus ada, tidak terputus, karena makna Khatam adalah hiasan, bukan
penutup.
·
Tidak
boleh berzikir. Dalam kitab al-Aqdas disebutkan:
o
ليس لأحد أن يحرك لسانه ويلهج بذكر الله أمام الناس ، حين يمشي في
الطرقات والشوارع
·
“Tidak
seorang pun boleh menggerakkan lidahnya atau menyibukkan diri berzikir
mengingat Allah di hadapan manusia, ketika berjalan di jalan dan pasar”.
·
Tidak
percaya kepada surga dan neraka.
·
Tidak
percaya kepada malaikat dan jin.
·
Tidak
percaya kepada alam barzakh. Menurut mereka, makna barzakh itu adalah fase
antara nabi Muhammad Saw dan BAB.
Apakah Fatwa
ULAMA tentang BAHA’I?
نص فتوى دار
الإفتاء بالأزهر :
" بسم الله ،
والحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله ، وبعد:...
فالبهائية فرقة
مرتدة عن الإسلام ، لا يجوز الإيمان بها ، ولا الاشتراك فيها ، ولا السماح لها
بإنشاء جمعيات أو مؤسسات ؛ لأنها تقوم على عقيدة الحلول ، وتشريع غير ما أنزل الله
، وادعاء النبوة ، بل والألوهية ، وهذا ما أفتى به مجمع البحوث الإسلامية في عهد
الشيخ جاد الحق ، وأقره المجمع الحالي .
Teks Fatwa
Darul Ifta’ (Lembaga Fatwa) di Al-Azhar, Mesir.
Bismillah, walhamdulillah, shalawat
dan salam kepada Rasulullah Saw, amma ba’du:
Adapun Baha’i adalah kelompok murtad
dari agama Islam. Tidak boleh mempercayainya. Tidak boleh bergabung dengan
kelompok ini. Tidak boleh memberikan izin pendirian persatuan atau lembaga
untuk kelompok ini. Karena kelompok ini berdiri atas dasar ‘aqidah al-Hulul
(tuhan menempati makhluk/Baha’ullah). Menetapkan syariat selain yang diturunkan
Allah. Menyatakan kenabian. Bahkan menyatakan diri sebagai tuhan. Demikian
fatwa Majma’ al-Buhuts al-Islamiyyah (Lembaga Riset Islam) pada masa Syekh Jad
al-Haq. Masih berlaku sampai sekarang.
يقول فضيلة الشيخ جاد الحق علي جاد الحق شيخ الأزهر السابق - رحمه الله - :
.. والبابية أو البهائية فكر خليط من فلسفات وأديان متعددة ، ليس فيها جديد
تحتاجه الأمة الإسلامية لإصلاح شأنها وجمع شملها ، بل وضُح أنها تعمل لخدمة
الصهيونية والاستعمار ، فهي سليلة أفكار ونحل ابتليت بها الأمة الإسلامية حربا على
الإسلام وباسم الدين " ا.هـ .
Syekh Jad
al-Haq Ali Jad al-Haq Pimpinan Tertinggi (Grand Syekh) lembaga al-Azhar
berkata:
Al-Babiyah atau Baha’i adalah
pemikiran yang menggabungkan antara filsafat dan pluralisme agama. Di dalamnya
tidak ada hal baru yang dibutuhkan ummat Islam untuk memperbaiki ummat Islam
dan untuk menyatukan ummat Islam. Bahkan jelas bahwa Baha’i bekerja untuk
Zionis Israel dan penjajahan. Baha’i adalah aliran pemikiran dan sekte yang
menjadi ujian bagi ummat Islam, memerangi Islam dengan nama agama.
(Prof. DR. Thal’at Zahran
as-Sakandari, al-Baha’iyyah, hal.22)
FATWA SYEKH
ABDUL AZIZ IBNU BAZ MUFTI KERAJAAN SAUDI ARABIA:
فتوى الشيخ ابن باز
مفتي المملكة السعودية - رحمه الله -: الذين اعتنقوا مذهب (بهاء الله) الذي ادعى
النبوة ، وادعى أيضا حلول الله فيه ، هل يسوغ للمسلمين دفن هؤلاء الكفرة في مقابر
المسلمين؟
Para pengikut Baha’i atau Baha’ullah
yang mengaku nabi, ia juga menyatakan Hulullah (Allah bersemayam dalam
dirinya). Apakah kaum muslimin boleh memakamkan mereka di pemakaman kaum muslimin?
فأجاب: إذا كانت عقيدة البهائية كما
ذكرتم فلا شك في كفرهم وأنه لا يجوز دفنهم في مقابر المسلمين ؛ لأن من ادعى النبوة
بعد نبينا محمد –صلى الله عليه وسلم- فهو كاذب وكافر بالنص وإجماع المسلمين ؛ لأن
ذلك تكذيب لقوله تعالى: {مَّا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِّن رِّجَالِكُمْ
وَلَكِن رَّسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ} (40) سورة الأحزاب ، ولما
تواترت به الأحاديث عن رسول الله –صلى الله عليه وسلم- أنه خاتم الأنبياء لا نبي
بعده ، وهكذا من ادعى أن الله سبحانه حال فيه ، أو في أحد من الخلق فهو كافر
بإجماع المسلمين ؛ لأن الله سبحانه لا يحل في أحد من خلقه بل هو أجل وأعظم من ذلك
، ومن قال ذلك
فهو كافر بإجماع المسلمين
Jawaban:
Jika
aqidah Baha’i seperti yang kamu sebutkan, maka tidak diragukan lagi bahwa
mereka itu kafir. Mereka tidak boleh dikuburkan di pemakaman kaum muslimin.
Karena siapa yang menyatakan kenabian setelah nabi Muhammad Saw maka dia adalah
pendusta dan kafir berdasarkan nash dan Ijma’ kaum muslimin. Karena perbuatan
itu telah mendustakan firman Allah Swt, “Muhammad
itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi
dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu”. (Qs. al-Ahzab [33]: 40). Juga telah mengingkari
hadits-hadits Mutawatir dari Rasulullah Saw bahwa Nabi Muhammad Saw adalah
penutup para nabi. Tidak ada nabi lagi setelah nabi Muhammad Saw. Demikianlah,
maka siapa yang menyatakan diri bahwa Allah Swt telah bersemayam dalam dirinya,
atau pada salah satu dari makhluk-Nya, maka ia telah kafir berdasarkan Ijma’
Kaum muslimin. Karena Allah Swt tidak berdiam di dalam salah satu makhluk-Nya.
Allah Swt Maha Agung dan Mulia dari sifat itu. Siapa yang menyatakan demikian,
maka ia kafir berdasarkan Ijma’ kaum muslimin.
(Prof.DR.Thal’at Zahran
as-Sakandari, al-Baha’iyyah, hal.22)