By:
H. Abdul Somad, Lc., MA.
somadku@yahoo.com
somadmorocco.blogspot.com
واحتج اصحابنا بحديث انس رضى الله عنه: أن النبي صلي الله تعالي عليه وسلم قنت شهرا يدعوا عليهم ثم ترك فأما في الصبح فلم يزل يقنت حتى فارق الدنيا. حديث صحيح رواه جماعة من الحفاظ وصححوه وممن نص علي صحته الحافظ أبو عبد الله محمد بن علي البلخى والحاكم أبو عبد الله في مواضع من كتبه والبيهقي ورواه الدار قطني من طرق بأسانيد صحيحة.
Para ulama mazhab Syafi’i berdalil dengan hadits Anas, bahwa Rasulullah Saw membaca Qunut selama satu bulan mendoakan orang-orang musyrik (yang membunuh shahabat Rasulullah Saw agar dibalas Allah Swt). Kemudian Rasulullah Saw berhenti (melakukannya). Sedangkan pada shalat Shubuh, beliau tetap membaca Qunut hingga beliau meninggal dunia.
Ini adalah hadits shahih, diriwayatkan oleh sekelompok ulama hadits dari kalangan para al-Hafizh, mereka nyatakan sebagai hadits shahih. Diantara ulama yang menyatakan bahwa hadits ini shahih adalah al-Hafizh Abu Abdillah Muhammad bin Ali al-Balkhi, Imam al-Hakim Abu Abdillah di beberapa tempat dalam kitabnya dan Imam al-Baihaqi. Disebutkan oleh Imam ad-Daraquthni lewat beberapa jalur periwayatan dengan sanad-sanad yang shahih.
وعن العوام بن حمزة قال: سألت أبا عثمان عن القنوت في الصبح قال: بعد الركوع قلت: عمن؟ قال: عن أبى بكر وعمر وعثمان رضي الله تعالي عنهم. رواه البيهقي وقال هذا إسناد حسن.
Dari al-‘Awwam bin Hamzah, ia berkata: “Saya bertanya kepada Abu Utsman tentang doa Qunut pada shalat Shubuh”. Ia menjawab, “Dibaca setelah ruku’”. Saya bertanya kepadanya, “Dari siapa?”. Ia menjawab, “Dari Abu Bakar, Umar dan Utsman”. Diriwayatkan oleh al-Baihaqi, ia berkata, “Sanadnya hasan”.
ورواه البيهقى عن عمر أيضا من طرق وعن عبد الله بن معقل - بفتح الميم وإسكان العين المهملة وكسر القاف - التابعي قال " قنت علي رضى الله عنه في الفجر " رواه البيهقى وقال هذا عن علي صحيح مشهور.
Al-Baihaqi meriwayatkan dari Umar, dari beberapa jalur periwayatan, dari Abdullah bin Ma’qil seorang tabi’in, ia berkata, “Imam Ali bin Abi Thalib membaca doa Qunut pada shalat Shubuh”. Diriwayatkan oleh al-Baihaqi, ia berkata, “Ini dari Imam Ali, shahih masyhur”.
وعن البراء رضى الله تعالى عنه: أن رسول الله صلي الله عليه وسلم كان يقنت في الصبح والمغرب. رواه مسلم ورواه أبو داود وليس في روايته ذكر المغرب ولا يضر ترك الناس القنوت في صلاة المغرب لانه ليس بواجب أو دل الاجماع على نسخه فيها.
Dari al-Barra’: sesungguhnya Rasulullah Saw membaca doa Qunut pada shalat Shubuh dan shalat Maghrib. Diriwayatkan oleh Imam Muslim. Juga diriwayatkan oleh Imam Abu Daud tanpa menyebutkan shalat Maghrib. Doa Qunut tidak dibaca lagi dalam shalat Maghrib karena doa Qunut dalam shalat Maghrib tersebut tidak wajib dan menurut Ijma’ ulama hukum membaca doa Qunut dalam shalat Maghrib telah dinasakh (mansukh).
وأما الحواب عن حديث أنس وأبى هريرة رضي الله عنهما في قوله ثم تركه فالمراد ترك الدعاء على أولئك الكفار ولعنتهم فقط، لا ترك جميع القنوت أو ترك القنوت في غير الصبح وهذا التأويل متعين لان حديث أنس في قوله: لم يزل يقنت في الصبح حتى فارق الدنيا. صحيح صريح فيجب الجمع بينهما وهذا الذى ذكرناه متعين للجمع وقد روى البيهقي باسناده عن عبد الرحمن بن مهدي الامام انه قال: انما ترك اللعن ويوضح هذا التأويل رواية أبي هريرة السابقة وهي قوله: ثم ترك الدعاء لهم.
(Beberapa Jawaban Imam Nawawi Terhadap Riwayat-Riwayat Yang Menyebutkan Bahwa Rasulullah Saw Tidak Membaca Doa Qunut Pada Shalat Shubuh).
Adapun jawaban terhadap hadits Anas dan Abu Hurairah, tentang makna kalimat:
ثم تركه
“Kemudian Rasulullah Saw meninggalkannya”. Maksudnya adalah Rasulullah Saw tidak lagi membacakan doa dan laknat terhadap orang-orang kafir. Bukan berarti meninggalkan doa Qunut secara keseluruhan. Atau makna lain: Rasulullah Saw meninggalkan doa Qunut dalam shalat lain selain shalat Shubuh. Demikian takwil yang sesuai, karena hadits Anas menyebutkan: Rasulullah Saw terus membaca doa Qunut hingga meninggal dunia. Shahih dan jelas, maka kedua hadits ini mesti dikombinasikan. Makna yang telah kami sebutkan merupakan kombinasi antara kedua hadits tersebut. Imam al-Baihaqi telah meriwayatkan dengan sanadnya dari Imam Abdurrahman bin Mahdi bahwa ia berkata, “Rasulullah Saw hanya meninggalkan laknat (terhadap orang-orang kafir)”. Penakwilan ini dijelaskan oleh riwayat Abu Hurairah diatas yang menyatakan:
ثم ترك الدعاء لهم
“Kemudian Rasulullah Saw meninggalkan doa terhadap mereka”.
والجواب عن حديث سعد بن طارق أن رواية الذين اثبتوا القنوت معهم زيادة علم وهم أكثر فوجب تقديمهم.
Jawaban terhadap hadits Sa’ad bin Thariq bahwa riwayat yang menetapkan adanya Qunut (Shubuh) merupakan pengetahuan tambahan. Riwayat yang menetapkan adanya Qunut (Shubuh) lebih banyak, maka wajib untuk didahulukan.
وعن حديث ابن مسعود أنه ضعيف جدا لانه من رواية محمد بن جابر السحمى وهو شديد الضعف متروك. ولانه نفي وحديث أنس إثبات فقدم لزيادة العلم
Jawaban terhadap hadits Ibnu Mas’ud, hadits tersebut adalah hadits Dha’if Jiddan, karena diriwayatkan oleh Muhammad bin Jabir as-Sahmi, statusnya sangat dha’if matruk. Karena haditsnya menafikan Qunut (Shubuh) sedangkan hadits Anas menetapkan adanya Qunut (Shubuh), maka hadits yang menetapkan adanya Qunut (Shubuh) lebih didahulukan karena adanya pengetahuan tambahan.
وحديث ابن عمر أنه لم يحفظه أو نسيه وقد حفظه أنس والبراء بن عازب وغيرهما فقدم من حفظ
Jawaban terhadap hadits Ibnu Umar, ia tidak mengingatnya, atau ia lupa. Akan tetapi Anas, al-Barra’ bin ‘Azib dan yang lain mengingatnya. Maka riwayat yang mengingat lebih didahulukan.
وعن حديث ابن عباس أنه ضعيف جدا وقد رواه البيهقى من رواية أبى ليلي الكوفى وقال هذا لا يصح وابو ليلى متروك وقد روينا عن ابن عباس: انه قنت في الصبح.
Jawaban terhadap hadits Ibnu Abbas, hadits tersebut adalah hadits dha’if jiddan (sangat lemah). Disebutkan oleh al-Baihaqi dari riwayat Abu Laila al-Kufi, ia berkata, “Tidak shahih. Status Abu Laila adalah Matruk. Telah kami riwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ia membaca Qunut pada shalat Shubuh.
وعن حديث أم سلمة انه ضعيف لانه من رواية محمد بن يعلي عن عنبسة بن عبد الرحمن عن عبد الله بن نافع عن ابيه عن ام سلمة قال الدار قطني هؤلاء الثلاثة ضعفاء ولا يصح لنافع سماع من ام سلمة والله اعلم.
Jawaban terhadap hadits Ummu Salamah, hadits tersebut adalah hadits dha’if, karena diriwayatkan oleh Muhammad bin Ya’la dari ‘Anbasah bin Abdirrahman, dari Abdillah bin Nafi’, dari Bapaknya, dari Ummu Salamah. Ad-Daraquthni berkata, “Ketiga perawi ini dha’if. Tidak benar bahwa Nafi’ mendengar hadits tersebut dari Ummu Salamah”. Wallahu a’lam.
(المجموع شرح المهذب للنووي: جـ 3، صـ 505).
Dari kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab karya Imam Nawawi, juz: 3, halaman: 505. Diterjemahkan oleh: H. Abdul Somad, Lc., MA.
Ijin membagikan ilmu ini buat suadara-saudara ustadz.
BalasHapusKesimpulannya yg lebih kuat pake qunut ustadz?
BalasHapusAssalamualaikum
BalasHapusIzin share ustadz
wah akhirnya ad web yang bisa membantu saya dalam hal membuat wordpress, artikelnya menarik dan memanjakan mata untuk di baca
BalasHapusperkenalkan nama saya Titannia yulanda NIM 1822500065 dari ISB Atma Luhur
Alhamdulillah ustadz semoga bisa menjadi tambahan ilmu buat diri saya, semoga ilmu nya bisa bermanfaat dunia akhirat😊
BalasHapusbarokallahulana man tolabal 'ilmu khususon ila ustadzunal kirom. mabruuk alaik aamiin
BalasHapus