Selasa, 24 Juli 2012

Menggunakan Siwak dan Pasta Gigi


Menggunakan Siwak dan Pasta Gigi[1].
Fatwa Syekh DR. Yusuf al-Qaradhawi.

Pertanyaan:
Apa hukum menggunakan siwak bagi orang yang berpuasa? Dan penggunaan pasta gigi?

Jawaban:
Dianjurkan menggunakan Siwak sebelum Zawal (tergelincir matahari). Adapun setelah tergelincir matahari, para ahli Fiqh berbeda pendapat. Sebagian mereka menyatakan makruh hukumnya menggosok gigi setelah tergelincir matahari bagi orang yang berpuasa. Dalilnya adalah hadits Rasulullah Saw:
وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ تَعَالَى مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ
Demi jiwaku berada di tangan-Nya, bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah Swt daripada semerbak kasturi”. (HR. al-Bukhari dari Abu Hurairah). Menurut pendapat ini, harum semerbak kasturi tidak baik jika dihilangkan, atau makruh dihilangkan, selama bau tersebut diterima dan dicintai Allah Swt, maka orang yang berpuasa membiarkannya. Ini sama seperti darah dari luka orang yang mati syahid. Rasulullah Saw berkata tentang para syuhada’:
زَمِّلُوهُمْ بِدِمَائِهِمْ وثيابهم،  فَإِنَّما يبعثون بها عند اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ اللَّوْنُ لَوْنُ دَمٍ وَالرِّيحُ رِيحُ الْمِسْكِ
Selimutilah mereka dengan darah dan pakaian mereka, karena sesungguhnya mereka akan dibangkitkan dengannya di sisi Allah Swt pada hari kiamat, warnanya warna darah dan harumnya harum semerbak kasturi”. Oleh sebab itu orang yang mati syahid tetap dengan darah dan pakaiannya, tidak dimandikan dan bekas darah tidak dibuang. Mereka meng-qiyaskan dengan ini. Sebenarnya ini tidak dapat diqiyaskan dengan bau mulut orang yang berpuasa, karena ada kedudukan tersendiri. Sebagian shahabat meriwayatkan, “Saya seringkali melihat Rasulullah Saw bersiwak ketika beliau sedang berpuasa”. Bersiwak ketika berpuasa dianjurkan dalam setiap waktu, pada pagi maupun petang hari. Juga dianjurkan sebelum atau pun setelah berpuasa. Bersiwak adalah sunnah yang dipesankan Rasulullah Saw:
السواك مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِ ، مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ
Siwak itu kesucian bagi mulut dan keridhaan Allah Swt”. (HR. an-Nasa’I, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam kitab Shahih mereka. Diriwayatkan al-Bukhari secara mu’allaq dengan shighat Jazm). Rasulullah Saw tidak membedakan antara puasa atau tidak berpuasa.
                Adapun pasta gigi, mesti berhati-hati dalam menggunakannya agar tidak masuk ke dalam sehingga membatalkan puasa menurut mayoritas ulama. Oleh sebab itu lebih untuk dihindari dan ditunda pemakaiannya setelah berbuka puasa. Akan tetapi jika dipakai dan bersikap hati-hati, namun tetap masuk sedikit ke dalam, maka itu dimaafkan. Allah Swt berfirman:
4 }§øŠs9ur öNà6øn=tæ Óy$uZã_ !$yJÏù Oè?ù'sÜ÷zr& ¾ÏmÎ/ `Å3»s9ur $¨B ôNy£Jyès? öNä3ç/qè=è% 4
Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu”. (Qs. Al-Ahzab [33]: 5). Rasulullah Saw bersabda:
رُفِعَ عَنْ أُمَّتِى الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ
Diangkat dari umatku; tersalah, lupa dan sesuatu yang dipaksa untuk melakukannya”. Wallahu a’lam.


[1] Yusuf al-Qaradhawi, Fatawa Mu’ashirah, juz. I (Cet. VIII; Kuwait: Dar al-Qalam, 1420H/2000M), hal. 329 - 330.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar