Selasa, 17 Januari 2012

PEMIMPIN DAN SHALAT JAMA'AH

Negara-negara modern yang didirikan berdasarkan demokrasi barat memisahkan antara agama dan negara. Agama adalah urusan personal antara manusia dengan tuhan, tidak ada campur tangan negara di dalamnya. Islam sebagai agama sempurna mengatur semua aspek kehidupan manusia, termasuk beragama dan bernegara. Imam al-Mawardi dalam al-Ahkam al-Shulthaniyyah menyebutkan beberapa tugas pemimpin negara, dalam bab ke-IX dibahas khusus tentang kuasa pemimpin menjadi imam shalat berjamaah.

Apakah Rasulullah Saw sebagai pemimpin agama dan negara di Madinah hanya mengurus masalah negara? Apakah urusan shalat diserahkan kepada masing-masing individu?

Untuk mengetahui itu kita mesti melihat catatan hadits yang bercerita tentang itu.
Riwayat pertama ini menyebutkan bahwa Rasulullah Saw melakukan inspeksi terhadap anggota masyarakat yang melaksanakan shalat berjamaah:

عَنْ أُبَىِّ بْنِ كَعْبٍ أَنَّهُ قَالَ صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الصُّبْحَ فَقَالَ « شَاهِدٌ فُلاَنٌ ». فَقَالُوا لاَ. فَقَالَ « شَاهِدٌ فُلاَنٌ ». فَقَالُوا لاَ. فَقَالَ « شَاهِدٌ فُلاَنٌ ». فَقَالُوا لاَ.
فَقَالَ « إِنَّ هَاتَيْنِ الصَّلاَتَيْنِ مِنْ أَثْقَلِ الصَّلَوَاتِ عَلَى الْمُنَافِقِينَ وَلَو يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لأَتَوْهُمَا وَلَو حَبْواً وَالصَّفُّ الْمُقَدَّمُ عَلَى مِثْلِ صَفِّ الْمَلاَئِكَةِ وَلَوْ تَعْلَمُونَ فَضِيلَتَهُ لاَبْتَدَرْتُمُوهُ وَصَلاَةُ الرَّجُلِ مَعَ الرَّجُلِ أَزْكَى مِنْ صَلاَتِهِ وَحْدَهُ وَصَلاَتُهُ مَعَ رَجُلَيْنِ أَزْكَى مِنْ صَلاَتِهِ مَعَ رَجُلٍ وَمَا كَانَ أَكْثَرَ فَهُوَ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى ».
Dari Ubai bin Ka’ab, ia berkata, “Rasulullah Saw melaksanakan shalat Shubuh, beliau bertanya, ‘Apakah si fulan ikut shalat berjamaah?”.
Mereka menjawab, “Tidak”.
Rasulullah Saw bertanya, “Apakah si fulan ikut shalat berjamaah?”.
Mereka menjawab, “Tidak”.
Rasulullah Saw bertanya lagi, “Apakah si fulan ikut shalat berjamaah?”.
Mereka menjawab, “Tidak”.
Rasulullah Saw berkata, “Sesungguhnya dua shalat ini adalah shalat yang paling berat bagi orang-orang munafik. Andai mereka tahu balasan dalam keduanya, pastilah mereka datang walaupun merangkak”. (Hadits riwayat Imam Ahmad).
Dalam riwayat lain dinyatakan pernyatan Rasulullah Saw yang sangat keras terkait sikap meninggalkan shalat berjamaah:

عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لَيَنْتَهِيَنَّ رِجَالٌ عَنْ تَرْكِ الْجَمَاعَةِ أَوْ لأُحَرِّقَنَّ بُيُوتَهُمْ ».
Dari Usamah bin Zaid, ia berkata, Rasulullah Saw bersabda: “Hendaklah orang-orang yang meninggalkan shalat berjamaah itu meninggalkan perbuatan mereka, atau aku akan membakar rumah mereka”. (Hadits riwayat Ibnu Majah).

Bahkan riwayat ini menyebutkan tidak adanya keringanan meninggalkan shalat berjamaah, meskipun itu seorang yang buta dan tidak ada yang menuntunnya untuk datang ke masjid:
عَنِ ابْنِ أُمِّ مَكْتُومٍ أَنَّهُ سَأَلَ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّى رَجُلٌ ضَرِيرُ الْبَصَرِ شَاسِعُ الدَّارِ وَلِى قَائِدٌ لاَ يُلاَئِمُنِى فَهَلْ لِى رُخْصَةٌ أَنْ أُصَلِّىَ فِى بَيْتِى قَالَ « هَلْ تَسْمَعُ النِّدَاءَ ». قَالَ نَعَمْ. قَالَ « لاَ أَجِدُ لَكَ رُخْصَةً ».

Dari Ibnu Ummi Maktum, ia bertanya kepada Rasulullah Saw, “Wahai Rasulullah, saya seorang yang buta, rumah saya jauh dari masjid, tidak ada yang dapat menuntun saya ke masjid. Apakah ada keringanan untuk saya shalat di rumah?”.
Rasulullah Saw bertanya, “Apakah engkau mendengar seruan azan?”.
Ia menjawab, “Ya”.
Rasulullah Saw berkata, “Aku tidak menemukan ada keringanan untukmu”. (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar