Assalamu'alaikum Wr Wb
Ada seseorang ikut kajian ma'rifat namanya ustadz, katanya, mencium hajar aswad itu karena bentuk hajar aswad itu seperti bentuk kemaluan ibu kita. Apa benar demikian ustadz?
wa'alaikumussalam.
Bentuk hajar aswad itu seperti ini:
jadi, hajar aswad adalah batu kecil-kecil itu. yang ada tanda panah.
apa bentuk kemaluan ibu dia seperti itu, wallahu a'lam.
supaya batu-batu itu tidak copot, maka diikat dengan batu dan pin besi,
bentuknya seperti ini:
setelah diberi pin besi, maka jadilah bentuk hajar aswad itu sekarang seperti ini:
kebetulan kawan kamu yang ikut kajian ma'rifat itu ngeres otaknya, tapi sok tau, sok ngerti ma'rifat, akibat masa kecil tidak mau belajar agama. akhirnya dia mikir, jadilah kesimpulan dia yang aneh bin ajaib itu, mencium hajar aswad karena bentuknya seperti kemaluan perempuan. suruh dia taubat nasuha dan belajar islam yang benar.
kita mencium hajar aswad karena mengikuti sunnah Rasulullah Saw.
shahabat nabi setingkat Umar bin Khatthab pun hanya mampu berkata,
"Wahai batu, aku tahu engkau tidak bisa mendatangkan manfaat dan mudharat, kalaulah bukan karena Nabi Muhammad Saw menciummu, aku pun tidak mau menicummu".
wassalam
d
Kamis, 04 Desember 2014
Rabu, 03 Desember 2014
Komentar Terhadap Risalah Hj.Shaari Hj.Mohd. Yusof
Pada
hari Sabtu 29 November 2014, salah seorang jamaah memberikan satu risalah kepada saya berjudul
Ilmu Ma’rifat Tok Kenali Kelantan, kumpulan tulisan Hj. Shaari Hj. Mohd Yusof.
Saya diminta memberikan komentar atas risalah ini berdasarkan al-Qur’an dan
Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Komentar
Saya:
Pertama, Tok Kenali adalah salah seorang ulama besar dari Kelantan
(Malaysia), belajar agama Islam sampai ke Makkah al-Mukarramah. Semasa di
Makkah, beliau satu angkatan dengan mufti kerajaan Indragiri (Riau) bernama
Syekh Abdurrahman Shiddiq. Seorang peneliti dari Malaysia bernama Wan Mohd. Shaghir
Abdullah ketika menulis biografi Syekh Abdurrahman Shiddiq ada menyebutkan,
“Sahabatnya yang lain ialah Haji Abdullah Fahim (lahir 1286H/1869M, Tok Kenali
(lahir 1287H/1871M)”. (Wan Modh. Shaghir Abdullah, Ulama Nusantara).
Mereka adalah para ulama yang benar dalam menyampaikan risalah Islam ke negeri
Melayu. Adapun ajaran yang diklaim sebagai Ma’rifat Tok Kenali ini tidak
mungkin diajarkan seorang ulama besar seperti Tok Kenali, apalagi silsilah
Hj.Shaari tidak jelas, pada halaman 20 dia sebutkan, “Datuk saya almarhum
al-‘arif billah al-waliyullah Tok Awang sewaktu beliau menerima ilmu ini dari
salah seorang anak murid Tok Kenali yang datang ke Penang dekat masjid Indai
(kalau saya tidak salah). Tapi nama anak murid Tok Kenali ini kami anak cucu
Tok Awang tak ingat namanya”. Dalam silsilah keilmuan Islam, amat sangat penting
validitas data, dari mana ilmu itu diperoleh. Bahkan para ulama tarekat amat
sangat menjaga silsilah guru-guru mereka, karena dalam dunia Tasauf dinyatakan,
من
لا شيخ له فالشيطان شيخه
“Siapa
yang tidak memiliki Syaikh (tidak berguru), maka setan lah gurunya”. (Ibnu
‘Ajibah, Iqazh al-Himam Syarh Matn al-Hikam, hal.57). Banyak orang
memanfaatkan nama besar ulama untuk mengklaim kebenaran ajarannya. Ini terjadi
pada Imam al-Ghazali, seseorang menulis kitab berjudul al-Aufaq, isinya
mantra dan sihir, lalu ia nisbatkan kepada Imam al-Ghazali, ternyata itu palsu.
Itu juga terjadi pada Imam as-Suyuthi, ada kitab berjudul al-Kibrit al-Ahmar,
kitab mantra dan sihir sesat, dinisbatkan kepada Imam as-Suyuthi, untuk
mempengaruhi masyarakat awam yang haus ilmu tapi jahil, mudah terpedaya. Semoga
Allah mengampuni dosa-dosa mereka dan memberikan mereka hidayah ke jalan yang
benar. Amin.
Kedua, Hj. Shaari Hj.Mohd Yusof banyak sekali menulis hadits palsu,
Pada
halaman 28, Shaari menulis: “Dalam hadis “ana araftu Rabbi Birabbi” (aku
mengenal tuhan dengan tuhanku”.
Padahal
ini bukan hadits, ini adalah ucapan Dzun Nun al-Mishri.
Demikian
disebutkan Imam al-Qusyairi dalam kitab
ar-Risalah al-Qusyairiyyah halaman: 142.
Demikian
juga disebutkan Imam Ibnu ‘Ajibah dalam Iqazh al-Himam Syarh Matn al-Hikam,
halaman: 180.
Al-Ghazali
dalam Ihya’ ‘Ulumuddin, juz.IV halaman: 257 menyebut ini ucapan ulama Tasawuf.
Dalam
Syarh al-Hikam al-‘Atha’iyyah halaman 115 ini disebut hanya pendapat ulama
Tasawuf.
Kalau
memang Hj.Shaari seperti pernyataannya telah mendapat Ma’rifat, mengapa “Allah”
Hj.Shaari itu diam sahaja ketika Hj.Shaari berbuat salah?!
Bukankah
diam terhadap kebenaran itu perbuatan setan?!
من
سكت عن الحق فهو شيطان اخرس
“Diam
terhadap kebenaran adalah setan bisu”. (Syarh an-Nawawi ‘ala Shahih Muslim,
juz.2, halaman: 20).
Jelaslah
bahwa yang dirasakan Hj.Shaari dalam Makrifatnya itu adalah setan bisu. Kerana,
jika benar dia Allah, pastilah dia akan beritahu Hj.Shaari:
أخطأت
يا ساري، الذي ذكرته ليس بحديث
Kalau
Hj.Shaari tidak boleh bahasa Arab, tentu Allah boleh bagi ilham bahasa melayu,
“Korang salah tau, tu bukan hadis! Tu cakap Dzun Nun al-Mishri. Belaja lah
sikit, baru jadi tuk guru. Awak ni menengade lah”.
Bukan
itu saja,
Hj.Shaari
menulis lagi di halaman: 29, berpandukan sebagaimana yang dinyatakan dalam
hadits, “Barang siapa mengenal diri, maka akan kenallah ia akan Allah”.
Tuan
Hj.Shaari, itu bukan hadits, cuba tengok cakap Imam as-Suyuthi,
إن هذا الحديث ليس بصحيح وقد سئل عنه النووي في
فتاويه فقال أنه ليس بثابت وقال ابن تيمية وقال الزركشي في الأحاديث المشتهرة ذكر ابن السمعاني أنه من
كلام يحيى بن معاذ الرازي.
Riwayat ini tidak shahih. Imam an-Nawawi pernah ditanya tentang
hadits ini dalam fatwanya, beliau menjawab, “Tidak kuat”. Ibnu Taimiah dan
az-Zarkasyi berkata dalam kumpulan hadits populer, “Ibnu as-Sam’ani menyebutkan
bahwa ini ucapan Yahya bin Mu’adz ar-Razi” (Imam as-Suyuthi, al-Hawi li
al-Fatawa, juz.III, hal.355).
Hj. Shaari menulis lagi di halaman: 30, “Berpandukan sebagaimana
yang dinyatakan di dalam hadis, “Matilah diri kau sebelum kamu mati”.
Ini bukan hadits, demikian dinyatakan para ulama ahli hadits dalam:
·
Asna’
al-Mathalib fi Ahadits Mukhtalif al-Maratib, Muhammad bin Darwisy bin Muhammad
al-Hut, halaman: 295.
·
Al-Asrar
al-Marfu’ah fi Ahadits al-Maudhu’ah, Imam Mulla ‘Ali al-Qari, halaman: 363.
·
Al-Jadd
al-Hatsits fi Bayan Ma Laisa bi Hadits, Imam al-‘Amiri, halaman: 240.
·
Al-Fawa’id
al-Maudhu’ah fi Ahadits al-Maudhu’ah, al-Karami, halaman: 140.
·
Al-Lu’lu’
al-Marshu’, Muhammad bin Khalil bin Ibrahim al-Masyisyi at-Tharablusi, halaman:
204.
·
Al-Mashnu’
fi Ma’rifati al-Hadits al-Maudhu’, al-Qari, halaman: 198.
·
Al-Maqashid
al-Hasanah, as-Sakhawi, halaman: 682.
·
An-Nukhbah
al-Bahiyyah fi al-Ahadits al-Makhdzubah ‘ala Khair al-Bariyyah, al-‘Allamah
Muhammad al-Amir al-Kabir al-Maliki, halaman: 20.
·
Kasyf
al-Khafa’, al-‘Ajluni, Juz.2, halaman: 291.
Hj.Shaari ulang lagi di halaman: 32.
Hj.Shaari ulang lagi di halaman: 37.
Hj.Shaari ulang lagi di halaman: 48.
Ingat Tuan Hj.Shaari !!!
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ
مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ
“Siapa yang berdusta terhadapku secara sengaja, maka siapkanlah
tempat duduk dari api neraka”. (Hadits riwayat Imam al-Bukhari dan Muslim).
Ketiga, menafikan
al-Qur’an, Sunnah dan ulama.
Pada halaman: 20 Hj.Shaari menulis: “Mengenal Allah itu tidak
sekali-kali melalui bimbingan guru, malaikat atau bimbingan al-Qur’an”.
Kalimat ini jelas-jelas batil. Karena hanya al-Qur’an, Sunnah dan
Ulama sajalah jalan mengenal Allah Swt. Itulah sumber yang terpercaya. Lain
daripada itu adalah batil, jika tidak sesuai dengan al-Qur’an dan Sunnah.
Rasulullah Saw bersabda,
" تركت فيكم أمرين لن تضلوا ما إن تمسكتم بهما : كتاب الله
وسنتي ولن يتفرقا حتى يردا على الحوض "
[ رواه مالك بلاغا والحاكم موصلا
بإسناد حسن ]
“Aku tinggalkan kepada kamu dua perkara, kamu tidak akan sesat
selama kamu berpegang teguh dengan keduanya: kitab Allah (al-Qur’an) dan
Sunnahku. Tidak akan terpisah hingga datang ke telaga (Muhammad Saw)”. (HR.
Malik dan al-Hakim).
Keempat, Hj.Shaari
menjelaskan Ma’rifat dengan rasa.
Kita lihat penjelasan ulama tentang ma’rifat
(pengenalan/pengetahuan tentang sesuatu. Ma’rifatullah berarti pengetahuan
tentang Allah). Berikut kutipan dari kitab ar-Risalah al-Qusyairiyyah:
أخبرنا محمد بن يحيى الصوفي،
قال: أخبرنا عبد الله بن علي التميمي الوصفي، يحكى عن الحسين بن علي الدامغاني،
قال: سئل أبو بكر الزاهر اباذي عن المعرفة، فقال: المعرفة: اسم، ومعناه وجود تعظيم
في القلب يمنعك عن التعطيل والتشبيه.
Muhammad bin Yahya as-Shufi memberitakan kepada kami, Abdullah bin
Ali at-Tamimi al-Washfi memberitakan kepada kami, ia ceritakan dari al-Husain
bin Ali ad-Damighani, ia berkaa, “Abu Bakar az-Zahir Abazi ditanya tentang Ma’rifat,
ia menjawab, “Ma’rifat adalah nama. Maknanya: adanya pengagungan (terhadap
Allah) di dalam hati, sehingga dapat mencegah ta’thil (menafikan Allah) dan
tasybih (menyerupakan Allah dengan makhluk). (ar-Risalah al-Qusyairiyyah,
hal.2).
Hj.Shaari menjelaskan dalam risalahnya bahwa Ma’rifat itu cukup
dengan rasa.
Lihat apa kata ahli Ma’rifat, Imam al-Ghazali:
وإنما الوصول إليه
بالمجاهدة التي جعلها الله سبحانه مقدمة للهداية حيث قال تعالى والذين جاهدوا فينا
لنهدينهم سبلنا وإن الله لمع المحسنين
Mencapai Ma’rifah itu dengan al-Mujahadah (kesungguhan amal) yang
dijadikan Allah sebagai jalan menuju hidayah dalam firman-Nya, “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-
benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami Dan sesungguhnya
Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik”. (Qs.
al-‘Ankabut: 69). (Ihya’ ‘Ulumiddin, al-Ghazali: juz.I, hal. 23).
Kelima, di banyak
halaman Hj.Shaari mengejek Feqah (ilmu fiqh/ilmu ritual ibadah).
Saya khawatir, inilah kelompok yang dikhawatirkan Imam al-Ghazali,
kelompok yang mengaku telah sampai kepada Ma’rifat, lalu menyepelekan Fiqh.
Termauk satu diantara tujuh puluh sekian kelompok sesat. Lihat pernyataan
al-Ghazali:
وظن طائفة أن المقصود
من العبادات المجاهدة حتى يصل العبد بها إلى معرفة الله تعالى فإذا حصلت المعرفة
فقد وصل وبعد الوصول يستغني عن الوسيلة والحيلة فتركوا السعي والعبادة وزعموا أنه
ارتفع محلهم في معرفة الله سبحانه عن أن يمتهنوا بالتكاليف وإنما التكليف على عوام
الخلق ووراء هذا مذاهب باطلة وضلالات هائلة يطول إحصاؤها إلى ما يبلغ نيفا وسبعين
فرقة وإنما الناجي منها فرقة واحدة وهي السالكة ما كان عليه رسول الله صلى الله
عليه و سلم وأصحابه وهو أن لا يترك الدنيا بالكلية ولا يقمع الشهوات بالكلية
Ada satu kelompok menyangka bahwa yang dimaksud dengan ibadah
adalah mujahadah hingga sampai kepada Ma’rifat. Jika telah sampai kepada Ma’rifat,
maka ia pun telah sampai (pada tujuan). Setelah sampai, maka tidak perlu lagi
wasilah (jalan) dan usaha. Mereka pun meninggalkan usaha dan ibadah. Mereka
menyatakan bahwa kedudukan mereka telah tinggi dalam Ma’rifat sehingga mereka
merasa tidak perlu lagi dibebani ibadah, karena ibadah itu hanya bagi orang
awam saja. Di balik kelompok ini adalah aliran batil dan sesat, terlalu banyak
untuk dihitung, hingga sampai tujuh puluh sekian kelompok banyaknya. Yang
selamat hanya satu kelompok saja, yaitu jalan yang dilalui Rasulullah Saw dan
para shahabat, yaitu jalan tidak meninggalkan dunia secara keseluruhan dan
tidak pula membuang nafsu secara keseluruhan. (Imam al-Ghazali, Ihya’
‘Ulumiddin, juz.III, hal.230).
Keenam, Hj.Shaari
menakwilkan yang tidak perlu ditakwilkan. Memang ada metode takwil yang biasa
dipakai ahli takwil, tapi yang ditakwilkan itu memang yang perlu penakwilan.
Adapun ayat-ayat yang sudah qath’i ad-Dilalah seperti anjing dan babi
tidak perlu ditakwilkan. Tapi Hj.Shaari mentakwilkan anjing dan babi. Di
halaman 63 Hj.Shaari menyebutkan, “Dalam pengajian ilmu ma’rifat itu kita tidak
boleh menzalimi anjing mahupun babi… anjing dan babi itu adalah kiasan atau
tamsil”.
Mentakwil anjing dan babi ini berbahaya, karena ayat itu Qath’i
ad-Dilalah, tidak perlu penakwilan. Ini bertentangan dengan al-Qur’an dan
Sunnah. Karena yang dimaksud anjing dan babi dalam al-Qur’an itu adalah babi,
bukan anjing dan babi versi Hj.Shaari.
Imam ibnu Katsir menyebutkan,
فلما كلمه الحَبْران قال لهما
رسول الله صلى الله عليه وسلم: "أسْلِمَا" قالا قد أسلمنا. قال:
"إنَّكُمَا لَمْ تُسْلِمَا فأسْلِما" قالا بلى، قد أسلمنا قبلك. قال:
"كَذَبْتُمَا، يمْنَعُكُمَا مِنَ الإسْلامِ دُعَاؤكُما لله ولدا،
وَعِبَادَتُكُمَا الصَّلِيبَ وأكْلُكُمَا الخِنزيرَ".
Ketika kedua pendeta berbicara kepada Rasulullah Saw, Rasulullah
Saw berkata kepada kedua pendeta itu, “Masuk Islam lah kalian berdua”. Mereka
menjawab, “Kami sudah masuk Islam”. Rasulullah Saw berkata, “Kalian belum masuk
Islam, maka masuk Islam lah kamu”. Mereka berdua menjawab, “Kami sudah masuk
Islam. Kami sudah masuk Islam sebelum engkau wahai Muhammad”. Rasulullah Saw
menjawab, “Kalian berdua sudah berdusta. Yang mencegah kalian masuk Islam
adalah karena kalian mengatakan Allah punya anak, kalian menyembah salib dan
memakan babi”. (Tafsir Ibnu Katsir, juz.II, hal.51). benar-benar makan babi,
sampai sekarang. Tidak perlu penakwilan. Oleh sebab itu Rasulullah Saw
menyatakan bahwa Nabi Isa akan datang membunuh babi. Rasulullah Saw bersabda,
وَاللَّهِ
لَيَنْزِلَنَّ ابْنُ مَرْيَمَ حَكَمًا عَادِلًا فَلَيَكْسِرَنَّ الصَّلِيبَ
وَلَيَقْتُلَنَّ الْخِنْزِيرَ
“Demi Allah, akan turun Isa putra Maryam sebagai pemimpin yang
adil. Ia akan menghancurkan salib dan akan membunuh babi”. (HR. al-Bukhari dan
Muslim).
Tentang anjing, tidak perlu ditakwilkan, karena hadits sudah jelas,
Rasulullah
Saw bersabda,
مَنْ اقْتَنَى
كَلْبًا إِلَّا كَلْبَ صَيْدٍ أَوْ مَاشِيَةٍ نَقَصَ مِنْ أَجْرِهِ كُلَّ يَوْمٍ
قِيرَاطَانِ
“Siapa yang
memelihara anjing, bukan anjing untuk berburu dan bukan pula untuk menjaga
ternak, maka balasan pahala amalnya berkurang setiap hari dua Qirath (dua bukit
yang besar)”. (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Bukan hanya sekedar memelihara,
hasil penjualannya juga haram berdasarkan hadits,
عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ
الْأَنْصَارِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَمَهْرِ الْبَغِيِّ وَحُلْوَانِ
الْكَاهِنِ
Dari Abu Mas’ud
al-Anshari, sesungguhnya Rasulullah Saw melarang: hasil penjualan anjing, upah
wanita tunasusila dan upah dukun. (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Pendapat Imam an-Nawawi,
وأما اقتناء الكلاب
فمذهبنا أنه يحرم اقتناء الكلب بغير حاجة ويجوز اقتناؤه للصيد وللزرع وللماشية
Adapun
memelihara anjing, maka menurut mazhab kami (Mazhab Syafi’i): haram hukumnya
memelihara anjing tanpa ada kebutuhan. Boleh memelihara anjing untuk berburu,
menjaga tanaman dan menjaga ternak.
[Imam an-Nawawi, al-Minhaj Syarh Shahih Muslim Ibn al-Hajjaj, juz.X (Dar
Ihya’ at-Turats, Beirut), hal.236].
Ketujuh, dalam debat,
yang pertama dilihat adalah kapasitas keilmuan lawan. Para ulama di al-Azhar
tidak akan melayani Hj.Shaari karena kejahilannya dalam dasar-dasar agama
Islam. Berkali-kali sampai tidak terhitung dia menulis Zuk, Zuk, Zuk, sampai
lelah mata melihatnya. Padahal itu dari bahasa Arab ( ذوق ) Dzauq,
artinya rasa. Nampak Hj.Shaari tidak belajar. Sedangkan Tok Kenali belajar
sampai ke Makkah al-Mukarramah. Kasihan Tok Kenali dipercaya orang macam
Hj.Shaari. yang lebih kasihan lagi adalah orang-orang yang ikut Hj.Shaari.
Pada halaman 20 dia sebutkan, “Datuk saya almarhum al-‘arif billah
al-waliyullah Tok Awang”. Kalimat al-Waliyullah (الولي الله ) adalah kesalahan fatal yang termaafkan. Tapi orang-orang yang
sudah tertelan celoteh Hj.Shaari susah menolak itu, karena Rasulullah Saw
pernah bersabda,
حُبُّكَ
الشَّيْءَ يُعْمِي وَيُصِمُّ
“Kekagumanmu terhadap sesuatu membuatmu buta dan bisu”. (HR. Abu
Daud). saya berharap Allah membukakan mata dan hati orang-orang yang mencari
kebenaran tidak terkecoh dengan permainan kata Hj.Shaari.
Wallahu a’lam bisshawab.